Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Sabtu, 31 Januari 2009

Dimana pun Bumi Allah; Bukan Munafik dalam Selimut

"Takutlah kepada Allah di manapun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapusnya dan pergauilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik"(H.R Tirmidzi)

Jadilah Rabbaniyyun yang menjadi hamba Allah dimana pun dan kapan pun. Jadilah Ihsaniyyun yang menghamba kepada Allah seolah-olah ia melihat Allah dan selalu merasa diawasi oleh Allah.
Di mana pun dalam Genggaman Allah, tidak ada yang lepas dari pengawasan-Nya sedetikpun. Tak ada sebutir debu yang terbang di gurun padang sahara Sinai dan tak ada selembar daun pun yang gugur di hutan Amazone sana melainkan atas izin dan pengawasan Allah. Allahu Akbar!

Orang munafik hendak menipu Allah; ketika bersama dengan orang yang beriman ia menampakkan diri sebagai orang yang beriman, namun ketika bersama orang kafir, maka penampilan, amalan-amalannya dan tingkah lakunya antara dia dengan orang kafir itu tidak ada bedanya. Dan Allah membongkar tipuan mereka,
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (hendak) menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. al-Nisaa: 142)

Pantas saja mereka berada di dasar neraka kelak sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. al-Nisaa: 145)

Masjid, kampus, pasar, jalan raya, toilet, rumah, kota, desa, dan lain sebagainya tak ada satupun dari tempat itu yang merupakan ‘zona bebas’ dari pengawasan Allah. Maka apa yang membuat kita menunda-nunda shalat ketika berada di kamar kost, tidak seperti ketika kita berada di kampus bersama ikhwah? Apa alasan yang membuat kita mencukur jenggot dan melorotkan celana ketika kembali ke kampung, padahal kitalah yang mengajak teman-teman untuk mencintai dan melaksanakan sunnah Rasulullah Shallahu ‘Alaih wa Sallam ini? Kenapa mata kita terus menempel pada televisi yang menayangkan kemaksiatan-kemaksiatan ketika tidak ada ikhwah bersama kita? Kenapa ukhti-ukhti itu mau saja berasyik masyuk bercanda dengan penjual sayur, padahal biasanya dengan ikhwah bicaranya sedikit ‘garang’?

Sebenarnya ibadah ini untuk siapa dan kepada siapa? Kepada Allah, betul! Trus apakah Allah hanya melihat kita di kampus? Apakah di kampung, di kost kita luput dari pengawasan Allah? Saat ikhwah tidak ada apakah Allah juga meninggalkan kita?

Tidak ada diantara kita yang ingin dikatakan munafik dan saya yakin kita bukanlah orang munafik yang memang tidak ada keimanan dalam diri mereka. Tapi janganlah kita berperilaku seperti perangai mereka. Kita memang bukanlah makhluk ma`shum yang senantiasa terbebas dari khilaf dan dosa, namun berusaha untuk menjadi hamba-hamba Allah dimana pun dan kapan pun adalah suatu keharusan.

Sikap muraqabatulllah –senantiasa merasa diawasi Allah- seharusnya kita hadirkan setiap saat dan jangan biarkan perasaan itu terlepas sedetik pun dari diri kita. Nikmatilah setiap detik dari kehidupan Anda dengan pengawasan Sang Kekasih yang tak pernah lengah. Ya, pandangan-Nya terus mengawasi tiap gerak, desah napas dan getar dalam hatipun Dia tahu.

Buah manis muraqabatullah
Dalam kitab Fiqh al-Muraqabah, syekh Ahmad Jad menyebutkan beberapa buah muraqabah, diantaranya;
1. Menyibukkan hamba dengan Sang Rabb
Anda akan mendapati orang yang senantiasa merasa diawasi Allah sebagai orang yang sibuk hanya dengan Tuhan-Nya. Mereka benar-benar dalam kesibukan yang berkesinambungan dengan Allah dan apa di sisi-Nya, sehingga mereka tidak lagi memperhatikan selain itu; apakah itu pujian ataupun sanjungan manusia pada mereka.
2. Mengagungkan apa yang diagungkan Allah
Siapa pun yang benar-benar menghadirkan pengawasan Allah Azza wa Jalla padanya, ia tidak akan memandang pada selain-Nya. ia tidak lagi peduli pada pujian atau celaan dari siapa pun. Ia tidak peduli selain pada apa yang mendekatkannya pada Allah. Ia tidak akan mendahulukan kecuali apa yang diturunkan Allah, dan tidak akan mengagungkan kecuali apa yang diagungkan oleh-Nya.
3. Merasa rindu dan tenang bersama Allah
Setiap hamba yang menghadirkan pengawasan Rabbnya akan selalu hidup dalam kerinduan pada-Nya, terikat hubungan dengan-Nya. Kerinduan itu membuatnya merasakan pengawasan Rabbnya, menghadirkan dalam pembicaraan dan dalam diam-Nya.
4. Menganggap besar dosa-dosa kecil
Ketika seorang hamba menghadirkan pengawasan Rabbnya, maka ia akan berusaha meninggalkan segala dosa, yang besar ataupun yang kecil. Semuanya karena malu kepada Allah.
5. Penjagaan terhadap anggota-anggota tubuh
Penjagaan anggota tubuh dari segala maksiat hanya diperoleh oleh mereka yang benar-benar mengamalkan muraqabah pada Allah Azza wa Jalla di setiap kondisi. Muraqabah dalam jiwa akan menyebabkan terjaganya gerakan-gerakan lahiriah. Maka siapa yang menghadirkan pengawasan Allah di kesendirian, niscaya Allah akan menjaga gerak tubuhnya saat sendiri maupun di keramaian.
6. Memperbanyak berbagai keta’atan
Muraqabah benar-benar memiliki pengaruh yang besar pada amalan seorang mukmin. Hampir-hampir dikatakan dengan muraqabah itu, ia begitu dekat dengan derajat kemalaikatan, disebabkan banyaknya keta’atan yang dipersembahkan pada Rabbnya dan dia jauh dari kedurhakaan, yang kecil maupun yang besar.

Rabbana la tuzigh qulubana ba’da idz hadaitanaa, wahablana milladunka rahma innaka antal wahhab.
Wallahu Muwaffiq

Rabu, 28 Januari 2009

Jangan Ada Noda di Antara Kita

Bagi seorang ikhwah yang terbiasa dengan ghadhul bashar –menjaga pandangan-, kecantikan dan kemolekan tubuh wanita yang suka pamer aurat bukan lagi godaan yang menggiurkan bagi mereka, insya Allah. Tapi jangan dikira mereka telah terbebas dari fitnah yang satu ini, ternyata partner dakwah –akhawaat- kadang menjadi alat bagi setan untuk menggelincirkan pejuang dakwah ini menjadi terdakwa, begitu pun sebaliknya.

Modus dan motif operandinya pun sangat halus dan kadang sulit untuk di deteksi sebab dibalut dengan kata-kata dan istilah yang Islami.

Kilasan-kilasan aneh yang muncul dalam hati bisa menjadikan panggung dakwah yang seharusnya sebagai ajang mencari ridha Allah berubah menjadi ajang cari muka dan perhatian.
Benarlah apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah Shalllahu 'Alaihi wa Sallam:
“Tidak pernah kutinggalkan sepeninggalku godaan yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki daripada (godaan) wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain:
“Sesungguhnya dunia ini indah nan manis, dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kamu sekalian sebagai khalifah lalu melihat apa yang kalian perbuat. Maka waspadailah dunia dan wanita. Sesungguhnya godaan dan bencana pertama yang menimpa Bani Israil adalah wanita.” (HR. Muslim)

Laki-laki shaleh pada kurun terbaik mereka dikenal sebagai orang-orang yang sabar dengan berbagai cobaan dan keberanian mereka dalam menghadapi musuh-musuh Islam sudah tidak diragukan lagi, tapi sungguh mereka sangat ‘penakut’ dengan makhluk lembut yang bernama WANITA.

Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan, “Lebih baik saya berjalan di belakang seekor singa dari pada berjalan di belakang seorang perempuan.

Ali bin Zaid bin Said bin Musayyab pada umur delapan puluh empat tahun, salah satu matanya buta, sementara yang lain rabun malam berkata, “Tidak ada yang lebih aku khawatirkan dari pada wanita.”

Yunus bin Ubaid berpesan, “Janganlah salah seorang di antara kamu berdua-duaan dengan perempuan meski untuk mengajarkan al-Qur`an.”

Subhanallah! Di mana derajat kita dibandingkan mereka? Dengan kondisi keimanan yang pas-pasan dan zaman dengan sebagian besar penghuni yang semakin edan bukankah kita lebih patut untuk takut dan berhati-hati terhadap godaan ini?

Dalam aktivitas dakwah, peran wanita memang sangat dibutuhkan utamanya dalam mendakwahi sesama kaumnya yang sekarang ini lebih banyak. Dalam situasi dan kondisi tertentu kadang mengharuskan adanya kerjasama antara ikhwah dan akhwaat. Dan sudah kita ketahui bersama bahwa setan akan terus mencari celah untuk menjerumuskan manusia dalam maksiat, termasuk memanfaatkan sikon tersebut. Sebagaimana pesan Ali bin Zaid, “Setiap kali setan putus asa menghadapi manusia, ia pasti menggunakan jurus wanita.”

Tentunya kita semua berharap agar jalinan kerjasama tetap berlanjut dan aktivitas dakwah tetap melaju tanpa ditunggangi oleh sesuatu yang justru akan menghancurkannya. Dengan begitu dakwah akan menjadi semakin kuat dibawah ridha Allah,
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Taubah)

Ada beberapa jalur dimana syetan biasanya memanfaatkannya untuk menebar virus merah jambu (VMJ) di kalangan aktivis dakwah, diantaranya;


>>>Rapat, Musyawarah dan semisalnya

Dalam dakwah utamanya dalam amal jama’i tentunya banyak urusan yang perlu untuk dirembukkan bersama, tak ayal rapat pun harus digelar tentu dengan dibatasi hijab. Untuk ini saya hanya berpesan; bicarakanlah sesuatu yang penting saja; hindari bercanda, berbantah-bantahan dan mau menang sendiri. Khusus untuk akhawaat, tentunya sudah tahu firman Allah Subhanahu wa Ta'ala
“Maka janganlah kamu tunduk (mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik” (Al-Ahzab: 32)
Bicaralah dengan nada sedang jangan rendah dan jangan juga terlalu tinggi, sebab itu akan membawa fitnah lain dimana ikhwah akan merasa dimarah-marahi tanpa sebab. Yang biasa saja.


>>>Telepon

VMJ juga bisa menjalar lewat kabel telepon. Bagi kalian yang terpaksa menggunakan jalur ini tolong perhatikan rambu-rambu di bawah ini:
- Sebelum nelpon tanya diri kita, “Penting tidak?” Kalau tidak penting, ndak usah! Apalagi kalo cuma mau dengar suaranya, astaghfirullah.
- Lihat waktu dong! Meskipun penting, menelpon di waktu malam di saat kebanyakan orang sudah tidur adalah perbuatan yang tidak bisa dianggap beradab.
- Bicara seperlunya, bila urusan telah selesai tutup teleponnya. Jangan biarkan sedetik pun syetan menggunakan pulsa Anda.
- Frekuensi suaranya tetap dijaga, supaya penerima tidak salah tangkap


>>>SMS

Ini jalur komunikasi yang paling banyak dipakai orang saat ini. Sebenarnya sarana ini aman dan paling banyak membantu komunikasi antara ikhwah dan akhwaat dalam urusan dakwah, setidaknya aman dari fitnah yang ditimbulkan oleh suara. Tapi menurut sebagian ikhwah, ‘keampuhan’ SMS untuk menebarkan VMJ ternyata tak kalah dari telepon, alasannya SMS berupa tulisan yang bisa disimpan dalam jangka lama dan dari membaca kata-kata yang biasanya tidak lengkap itu seseorang bisa berpikiran yang bukan-bukan.
Setidaknya arahan di bawah ini membantu Anda melawan VMJ yang bercokol di HP Anda:

1. [taqabbalallahu minna waminkum, semoga Ukhti tetap istiqomah di jalan Dakwah], sepintas SMS ini tidak lebih dari ucapan selamat dan nasehat berharga. Bila SMS ini dibaca oleh penerimanya dan ternyata pengirimnya berasal dari ukhti fulanah, mungkin reaksinya biasa saja, toh setiap momen tertentu dia mengirim SMS nasehat serupa. Tapi jika ia melihat pengirimnya adalah ikhwah fulan dipastikan reaksinya akan berbeda, entahlah....
Sebelum terlanjur, jangan sekali-kali!

2. Bila pesan telah selesai di baca dan informasi telah jelas, jangan biarkan tulisan itu tetap tersimpan dalam memori HP Anda dalam waktu yang lama sebaiknya dihapus, sebab mungkin saja setan akan menggoda Anda setiap waktu untuk membuka meski sekedar membaca ulang yang hanya akan menimbulkan noda-noda di hati.

>>>Chatting/Webforum

Dasar setan! Ternyata dia tidak mau ketinggalan jaman dengan menggunakan Teknologi Informasi ini untuk menyebar VMJ-nya termasuk di kalangan aktivis dakwah.
Maksud awalnya sih sekedar untuk memperbanyak teman yang peduli dengan kegiatan dakwah. Dakwah kan butuh jaringan yang luas, dana yang tidak sedikit dan beragam alasan positif lainnya. Dan akhirnya orang yang dicari ketemu juga, meski beda jenis tapi insyaAllah –duh bawa nama Allah segala- aman, kita kan ndak saling lihat, pikirnya. Perkenalan pun berlanjut di dunia maya ini. Bukan hanya sekali dua kali karena ada saja dalam dakwah ini ada saja hal yang menarik untuk dicurhatkan. Merasa nyambung dan cocok pembicaraan merambah ke hal yang privat, tukar-tukaran nomor HP, alamat E-Mail dan Blog, bahkan alamat rumah.
Lama kelamaan persoalan dakwah bukan lagi hal utama dalam pembicaraan mereka, rayuan gombal pun kadang menjadi bumbu kata-kata yang mereka tulis di layar komputer. Akhirnya mereka sepakat untuk bertemu di darat dan si ‘ikhwa’ berjanji untuk melanjutkan hubungan mereka di pelaminan.

Dari fragmen di atas, apa bedanya dengan pacaran yang banyak digeluti pemuda-pemudi sekarang? Mungkin yang beda hanyalah adanya istilah-istilah islami yang disisipkan dalam komunikasi mereka, “Ukhti, Akhi, Insya Allah, afwan, dsb.” Tapi pacaran tetaplah pacaran, hukumnya haram apapun alasannya.

Jangan membiarkan syetan menjebak kita dalam perangkapnya yang satu ini. Ingat syetan lebih banyak menggoda manusia dari sisi kebaikan dan berawal dari niat baik.
“Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” (al Hijr: 39)

Tidak layak dan sangat tidak pantas menjadikan dakwah sebagai tunggangan untuk mencari jodoh. Jalani dakwah dengan seikhlasnya, percayalah dengan janji-Nya bahwa yang baik hanya untuk yang baik-baik.

Jalan dakwah adalah jalan yang suci, hanya akan dilalui oleh orang-orang yang mempunyai niat dan tujuan yang suci, untuk meninggikan kalimat suci.

Untuk menjaga kesucian itu dan untuk tidak membuat kita sibuk mengurusi urusan separuh agama ini, saya sarankan kepada Anda untuk segera menikah yang merupakan jalan satu-satunya menyalurkan hasrat itu.
"Barangsiapa diberi oleh Allah istri yang shalihah, maka sesungguhnya ia telah diberi pertolongan oleh Allah meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah di dalam memelihara separuh lainnya. " (HR. Thabrani dan Hakim).

Untuk motivasi yang satu ini saya tidak bisa memberi komentar terlalu banyak. Tanpa dimotivasi pun keinginan itu telah meluap-luap, namun yang kurang biasanya adalah keyakinan…
Wallahu Muwaffiq

Minggu, 25 Januari 2009

Ketika Allah Memanggil, Kau ada Di Mana?

Saat suara adzan menggema membahana,
tahulah kita jika manusia ada dua;
yang lalai dan yang bersegera
saat itu kau ada dimana...?
Salah satu bentuk kasih sayang Allah adalah dengan memberikan petunjuk kepada manusia melalui utusan-Nya dari kalangan manusia sendiri, Nabi dan Rasul. Tak sampai di situ Dia pun kemudian memberikan kitab pedoman petunjuk hidup yang sekarang kita kenal dengan al-Qur`an.
Jika Anda membuka kitab itu maka akan kita dapati banyak di antara kalimat dan kata-katanya yang berulang-ulang. Tapi ternyata bukan tanpa alasan,
“Dan sesungguhnya dalam Al Qur'an ini Kami telah ulang-ulangi, agar mereka selalu ingat.” (QS al-Israa’ : 41)
Di antara kalimat yang paling sering kita dengar adalah, Yaa ayyuhal ladzina aamanu –hai, orang-orang yang beriman-, Allah Azza wa Jalla mengulanginya sampai 81 kali. Sungguh! Inilah kalimat yang sangat indah bagi orang yang beriman. Karena panggilan lembut itu khusus untuk mereka dan karena hanya merekalah yang bisa melaksanakan perintah atau larangan setelah kalimat tersebut dengan ringan dan bersegera. Mereka telah siap mengatakan, sami’na wa ata’na -kami dengar dan kami ta’ati-.
Orang-orang yang beriman itu laiknya memang budak di hadapan-Nya, bukan karena terpaksa tapi itu adalah pilihan hidupnya. Sebab mereka ingin menebus semua itu dengan surga dan rindu dengan wajah Tuhannya.
Anda mengklaim diri sebagai orang beriman? Itu sah-sah saja, tapi itu bukan sekedar pengakuan sebab iman butuh pembuktian dengan amal perbuatan.
Ketika Allah memanggil, kita di mana? Mudah-mudahan kita bukan yang termasuk orang yang disebut oleh Allah dalam lanjutan surah al Israa’ ayat 41 di atas,
“Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.”
Nau’dzubillah. Labbaik allahumma labbaik.[]

Saksikan, I am a Moslem!

Ketika Anda telah mengecap manisnya iman dan berjalan di atas titian hidayah maka seharusnya dalam diri Anda muncul perasaan bangga dan mulia, merasa percaya diri, menjauhi rasa minder dan mengubur rasa malu yang menghalangi Anda untuk menampakkan ketaatan kepada-Nya.
Persaksikanlah kepada dunia bahwa Anda berada di atas al-haq diterangi bashirah yang jelas; ini adalah aqidah yang benar, ini adalah syariat yang sempurna, ‘tepuklah dada’ Anda dan katakan kepada semuanya bahwa Anda adalah penebar dan pembela kebenaran dan akan membelanya dengan peluh, darah dan dengan segala yang Anda miliki.
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri)?" (QS. Fushshilat: 33).
Merasa mulia dengan kebenaran bukanlah kesombongan, keangkuhan atau ketakaburan sebab masing-masing berjalan pada sisi yang berbeda. Kalaupun ‘dipaksa’ untuk tetap dikatakan sombong, angkuh atau takabur, maka ‘kesombongan’, ‘keangkuhan’, ‘ketakaburan’ akan kebenaran itu adalah hal yang wajib ada pada diri Anda.
Bukankah kemaksiatan baik secara tak langsung maupun tidak setiap hari dengan semangat dan tak malu-malu ‘berteriak’ mengajak serta menantang Anda. Lihat iklan bank di reklame besar itu mengajak Anda menikmati riba! Spanduk itu mengajak Anda menonton konser musik! Eh... televisi itu menampilkan... jangan dilihat!
Harusnya Anda lebih PD dari penebar-penebar maksiat tersebut. Dengan kepercayaan diri yang luar biasa itu menjadikan Anda bersemangat untuk mengajak orang lain untuk ikut mengikuti ‘ketenaran’ Anda. Menjadi jalan untuk meningkatkan karier meraih gelar ‘bintang’ terbaik,
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran: 110)
Maka jangan ragu, malu apalagi takut, tampakkan bahwa Your is a Moslem, meskipun Anda akan sedikit ‘asing’, itu sunnatullah. But you can say:
“Ini bukan untuk tampil beda juga bukan kebebasan ekspresi, tapi ini syari’at kalo beda harap maklum.”
Saksikan, I am a Moslem, Forever! InsyaAllah.[]

Apa Kata Allah dan Rasul-Nya?

Hal yang mustahil terwujud adalah membuat semua orang suka dengan kita dan hal yang paling bodoh adalah berusaha menyenangkan orang lain dengan hal yang tidak disukai oleh Allah.
Biar pun Anda memiliki perbendaharan bumi dan langit beserta isinya kemudian Anda membagikannya merata ke seluruh penduduk bumi, jangan harap semua akan suka dengan Anda. Walaupun Anda jungkir balik, bahkan sampai Anda bunuh diri di hadapan mereka sebagai bentuk pengorbanan kepada mereka, sangat konyol jika dengan itu anda berharap semua orang akan menyanjung Anda. Mungkin ada yang menangisi Anda, Ada yang bertepuk tangan, dan tidak sedikit yang tertawa menganggap Anda gila!!! Serba salah.
Itulah gambaran jika kita mencari ridha dari makhluk yang tidak pernah puas yang bernama, MANUSIA.
Makanya, ketika Anda melakukan sesuatu, tiap langkah, ucapan dan lainnya pastikan dan tanya dalam hati “Apa kata Allah dan Rasul-Nya?” Jangan pernah terbetik, “Apa kata orang...? Apa kata dunia...?”
Seorang Ikhwah pernah mengeluh, “Saya kayaknya tidak bisa walimah kalau tamunya dipisah dengan hijab, masalahnya bagaimana pendapat keluarga dan orang-orang di kampung nanti?”
Kami katakan, “Walaupun Anda mengadakan resepsi sesuai keinginan orang banyak di sana, bahkan Anda adakan semeriah mungkin dengan hiburan maksiat sebagaimana kebiasaan mereka, Anda tidak akan bisa menyumbat semua mulut-mulut orang untuk tidak mengatakan hal yang buruk dengan pernikahan Anda. Pasti ada saja celah yang akan menjadi gosipan mereka.”
Ibarat ungkapan, “Kalau menanam padi maka pasti rumput juga akan tumbuh, kalau menanam rumput jangan harap padi akan tumbuh.” Sekalipun kebaikan yang kita perbuat tidak akan otomatis semua orang menganggapnya baik, terlebih keburukan.
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,” (Al-Qalam: 10-11)
Kadang kita memang harus tutup telinga atau pura-pura tidak mendengar celotehan-celotehan yang hanya akan membuat kita ciut dan menghambat gerak kita. Toh, kita memang tidak butuh penilaian mereka,
“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. al-Taubah: 105)
Sudah menjadi sunnatullah, dunia dakwah tidak akan pernah sunyi dari teriakan orang-orang yang suka mencela, pendengki dan penebar syubhat. Sudah, jangan pikirkan apa kata mereka! Sebab mereka memang tidak punya hak untuk menilai apa yang kita lakukan. Sebagaimana kata orang bijak:
“Perkataan manusia baik itu pujian ataupun celaan tidak akan mempengaruhi penilaian Allah Subhanahu wa Ta’ala”
Mungkin manusia memuji Anda tapi Anda menyimpang dari jalan yang benar maka Anda tidaklah terpuji di langit Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sebaliknya mungkin banyak orang yang mengkritik Anda tapi ternyata Anda adalah orang yang dikenal di penduduk langit.
Cukuplah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang menjadi contoh bagi kita dalam hal ini. Beliau adalah manusia terbaik, paling bertakwa di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apakah beliau disukai semua orang? Tidak, bahkan orang kafir Quraisy mengejeknya tukang sihir, penyair gila dan celaan lainnya. Namun itu semua tidak menyurutkan langkah beliau dalam mendakwahkan Islam.
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (Al-Muzzammil: 10)
Hasbiyallahu wa ni’mal wakil ni’mal maula wa ni’man nashir.[]

Senin, 12 Januari 2009

Boikot Produk-produk Perusahaan Penyuplai Dana Israel!


Sekarang ini kita memang belum bisa membantu saudara kita secara langsung di Palestina, namun bukan berarti bahwa kita tidak bisa berjihad membantu mereka, dengan mengirimkan bantuan berupa harta dan menghancurkan perekonomian israel dengan memboikot produk-produk perusahaan yang menyuplai dana buat Israel. Berikut ini informasi sementara perusahaan yang menyokong dana buat Israel.







Kamis, 08 Januari 2009

Islam ≠ Syi’ah; Serupa Tapi Tak Sama

Tulisan ini sengaja kami publikasikan melihat fenomena yang sangat menyedihkan dimana banyak diantara kaum muslimin yang tertipu dan menjadi korban dengan agama yang satu ini. Bahkan kebanyakan korbannya adalah mahasiswa yang katanya kaum intelektulal ilmiah rasionalis, padahal banyak sekali ajaran dan ritual mereka yang tidak ilmiah lagi irrasional bahkan cenderung mistik paganis.

Diakui dengan kecerdasan berargumentasi dihiasi retorika dan dalil yang tak jarang mereka ambil dari ulama-ulama ahlusunnah mereka bisa mempengaruhi pemikiran seorang muslim, apalagi jika orang tersebut tidak memiliki akidah yang kuat serta pemahaman Islam yang benar.

Jika menelisik dari tulisan-tulisan mereka sekali lagi kita akui mereka memang ‘pintar’ untuk menipu, argumen dalil baik dari alqur’an ataupun dari kitab-kitab hadits ulama ahlusunnah mereka ambil secara parsial saja, hanya yang sesuai dengan kepentingan mereka dan menyembunyikan dalil yang bertentangan, sehingga seolah-olah ulama tersebut mendukung pendapat mereka, padahal sebaliknya. Inilah politik murahan milik yahudi; ‘Adu Domba’.
Misalnya tulisan mereka dalam perkara nikah mut’ah (kawin kontrak) untuk memaksakan penghalalan mereka terhadap ini biasanya hadits yang ditampilkan penulis hanyalah hadits yang mendukung mereka, yang menggiring seseorang pada kesimpulan yang diinginkannya, agar orang tersebut yakin bahwa nikah mut’ah dihalalkan oleh Allah dan RasulNya, sedangkan yang mengharamkan adalah Umar sendiri. Sementara hadits yang tidak sesuai dengan keinginan si penulis sengaja tidak ditampilkan, padahal hanya berjarak beberapa halaman dari hadits yang dimuat oleh penulis.
Biasanya dalil yang dikemukakan adalah riwayat Jabir bin Abdillah: ”Dari Abu Zubair, saya mendengar Jabir bin Abdillah Al Anshari mengatakan, dulu kami melakukan nikah mut’ah dengan bayaran segenggam korma dan tepung, selama beberapa hari semasa hidup Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan pada masa kekhalifahan Abubakar, sampai kemudian Umar melarangnya, berkaitan dengan Amr bin Huraits.” Riwayat Muslim hadits no 3482
Begitu juga riwayat dari Jabir dan Salamah bin Al Akwa’: “Dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin Al Akwa’ mengatakan: datang kepada kami utusan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lalu mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengijinkan kalian untuk nikah mut’ah.” Shahih Muslim hadits no 3479
Ada lagi riwayat dari Jabir: “Atha’ mengatakan: Jabir datang ke kota Makkah untuk melakukan ibadah umrah, lalu kami berkunjung ke rumahnya lalu dia ditanya tentang beberapa hal di antaranya tentang mut’ah lalu dia menjawab: Ya, kami melakukan nikah mut’ah pada jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Abubakar dan Umar”. Shahih Muslim hadits no 3481
Inilah dalil –hadits buatan mereka lebih banyak lagi- yang biasa digunakan oleh para ustadz syi’ah dan ulama syi’ah untuk menggiring opini pembaca agar meyakini bahwa nikah mut’ah adalah halal, serta menunjuk Umar bin Khattab sebagai kambing hitam yang konon mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan RasulNya.
Dampaknya kita lihat di sekitar kita banyak wanita muslimah yang menjual kehormatannya dengan melakukan nikah mut’ah dengan anggapan bahwa mut’ah adalah halal, hanya diharamkan oleh Umar.
Setelah merujuk pada kitab shahih Muslim, kita menemukan riwayat dari sahabat yang mereka anggap sebagai salah satu imam syi’ah yaitu Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘Anhu, hanya selang beberapa halaman saja dari riwayat yang sering dinukil oleh ustadz syi’ah: “Dari Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari ayahnya (Muhammad) dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak saat perang Khaibar”. Shahih Muslim, riwayat no 3497
“Dari Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari ayahnya (Muhammad) dari Ali bin Abi Thalib, dia mendengar kabar bahwa Ibnu Abbas memperbolehkan nikah mut’ah, lalu Ali mengatakan: tunggu dulu wahai Ibnu Abbas, sungguh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengharamkan nikah mut’ah dan mengharamkan daging keledai jinak saat perang Khaibar.” Shahih Muslim hadits no 3500
“Dari Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari ayahnya (Muhammad) , dia mendengar Ali bin Abi Thalib mengatakan pada Ibnu Abbas terkait nikah mut’ah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengharamkan nikah mut’ah dan daging keledai jinak saat perang Khaibar.” Shahih Muslim hadits no 3501
Kita perhatikan, hadits yang membolehkan mut’ah adalah nomor 3479, 3481 dan 3482, sementara riwayat terbebas dari salah dan lupa – sengaja mereka sembunyikan- adalah nomor 3497, 3500 dan 3501. Begitupun kesimpulan ulama pensyarah hadits tidak mereka tampilkan melainkan mereka membuat kesimpulan menurut hawa nafsu mereka sendiri.

Dan masih banyak contoh dalam kasus lain. Baik mari kita mengenal lebih jauh tentang mereka. Berikut ini akan dipaparkan prinsip (aqidah) mereka dari kitab-kitab mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca bisa menilai sejauh mana kesesatan mereka.

Tentang Al Qur’an
Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata: “Sesungguhnya Al Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad (ada) 17.000 ayat.”
Di dalam Juz 1, hal 239-240, dari Abu Abdillah ia berkata: “…Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: ‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata: ‘Mushaf 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al Qur’an kalian…’.” (Dinukil dari kitab Asy-Syi’ah Wal Qur’an, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi Dzahir). Hmm kira-kira pakai bahasa apa ya?
Bahkan salah seorang “ahli hadits” mereka yang bernama Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al Qur’an yang ada ini telah mengalami perubahan dan penyimpangan. Secara langsung ini adalah tuduhan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingkari janjinya untuk menjaga Al-Qur’an

Tentang sahabat Rasulullah
Diriwayatkan oleh Imam Al-Jarh Wat Ta’dil mereka (Al-Kisysyi) di dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hal. 12-13) dari Abu Ja’far (Muhammad Al-Baqir) bahwa ia berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi, dalam keadaan murtad kecuali tiga orang,” maka aku (rawi) berkata: “Siapa tiga orang itu?” Ia (Abu Ja’far) berkata: “Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi…” kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari Asy-Syi’ah Al-Imamiyyah Al-Itsna ‘Asyariyyah Fi Mizanil Islam, hal. 89)
Ahli hadits mereka, Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga orang: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi.” (Al-Kafi, 8/248, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 45, karya Ihsan Ilahi Dzahir)
Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir Al-Husaini Al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 46)
Adapun shahabat Abu Bakr dan ‘Umar, dua manusia terbaik setelah Rasulullah, mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari keduanya merupakan bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu, didapati dalam kitab bimbingan do’a mereka (Miftahul Jinan, hal. 114), wirid laknat untuk keduanya: Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakar dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka…(yang dimaksud dengan kedua putri mereka adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah). (Dinukil dari kitab Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18, karya As-Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib)
Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu’lu’ Al-Majusi, si pembunuh Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab, adalah seorang pahlawan yang bergelar “Baba Syuja’uddin” (seorang pemberani dalam membela agama). Dan hari kematian ‘Umar dijadikan sebagai hari “Iedul Akbar”, hari kebanggaan, hari kemuliaan dan kesucian, hari barakah, serta hari suka ria. (Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18).
Mereka juga meyakini bahwa ‘Aisyah dan para istri Rasulullah sebagai pelacur -na’udzu billah min dzalik-. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal (hal. 57-60) karya Ath-Thusi, dengan menukilkan (secara dusta) perkataan shahabat Abdullah bin ‘Abbas terhadap ‘Aisyah: “Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah…” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin Al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin, hal. 11, karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha)
Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh karena itu, Al-Imam Malik bin Anas berkata: “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menghabisi Nabi namun tidak mampu. Maka akhirnya mereka cela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi Muhammad) adalah seorang yang jahat, karena kalau memang ia orang shalih, niscaya para sahabatnya adalah orang-orang shalih.” (Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul, hal. 580)

Tentang Al-Bada’
Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Mereka berkeyakinan bahwa Al-Bada’ ini terjadi pada Allah, Bahkan mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (1/111), meriwayatkan dari Abu Abdullah (ia berkata): “Tidak ada pengagungan kepada Allah yang melebihi Al-Bada’.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/252). Suatu keyakinan kafir yang sebelumnya diyakini oleh Yahudi. Maha Suci Allah dari segala yang mereka sifatkan.

Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi’ah Rafidhah, yang darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan penyimpangannya. Namun sayang, tanpa rasa malu Al-Khumaini (Khomeini) berkata: “Sesungguhnya dengan penuh keberanian aku katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di masa sekarang lebih utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah, pen) di masa Rasulullah dan lebih utama dari masyarakat Kufah dan Iraq di masa Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) dan Husein bin ‘Ali.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 16, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hal. 192)
Wallahu Musta’an
Ingin tahu lebih banyak tentang Syi'ah? Download referensinya dalam bentuk E-Book di sini

Cari Artikel

www.wahdahmakassar.org