Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Sabtu, 31 Januari 2009

Dimana pun Bumi Allah; Bukan Munafik dalam Selimut

"Takutlah kepada Allah di manapun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapusnya dan pergauilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik"(H.R Tirmidzi)

Jadilah Rabbaniyyun yang menjadi hamba Allah dimana pun dan kapan pun. Jadilah Ihsaniyyun yang menghamba kepada Allah seolah-olah ia melihat Allah dan selalu merasa diawasi oleh Allah.
Di mana pun dalam Genggaman Allah, tidak ada yang lepas dari pengawasan-Nya sedetikpun. Tak ada sebutir debu yang terbang di gurun padang sahara Sinai dan tak ada selembar daun pun yang gugur di hutan Amazone sana melainkan atas izin dan pengawasan Allah. Allahu Akbar!

Orang munafik hendak menipu Allah; ketika bersama dengan orang yang beriman ia menampakkan diri sebagai orang yang beriman, namun ketika bersama orang kafir, maka penampilan, amalan-amalannya dan tingkah lakunya antara dia dengan orang kafir itu tidak ada bedanya. Dan Allah membongkar tipuan mereka,
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (hendak) menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. al-Nisaa: 142)

Pantas saja mereka berada di dasar neraka kelak sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. al-Nisaa: 145)

Masjid, kampus, pasar, jalan raya, toilet, rumah, kota, desa, dan lain sebagainya tak ada satupun dari tempat itu yang merupakan ‘zona bebas’ dari pengawasan Allah. Maka apa yang membuat kita menunda-nunda shalat ketika berada di kamar kost, tidak seperti ketika kita berada di kampus bersama ikhwah? Apa alasan yang membuat kita mencukur jenggot dan melorotkan celana ketika kembali ke kampung, padahal kitalah yang mengajak teman-teman untuk mencintai dan melaksanakan sunnah Rasulullah Shallahu ‘Alaih wa Sallam ini? Kenapa mata kita terus menempel pada televisi yang menayangkan kemaksiatan-kemaksiatan ketika tidak ada ikhwah bersama kita? Kenapa ukhti-ukhti itu mau saja berasyik masyuk bercanda dengan penjual sayur, padahal biasanya dengan ikhwah bicaranya sedikit ‘garang’?

Sebenarnya ibadah ini untuk siapa dan kepada siapa? Kepada Allah, betul! Trus apakah Allah hanya melihat kita di kampus? Apakah di kampung, di kost kita luput dari pengawasan Allah? Saat ikhwah tidak ada apakah Allah juga meninggalkan kita?

Tidak ada diantara kita yang ingin dikatakan munafik dan saya yakin kita bukanlah orang munafik yang memang tidak ada keimanan dalam diri mereka. Tapi janganlah kita berperilaku seperti perangai mereka. Kita memang bukanlah makhluk ma`shum yang senantiasa terbebas dari khilaf dan dosa, namun berusaha untuk menjadi hamba-hamba Allah dimana pun dan kapan pun adalah suatu keharusan.

Sikap muraqabatulllah –senantiasa merasa diawasi Allah- seharusnya kita hadirkan setiap saat dan jangan biarkan perasaan itu terlepas sedetik pun dari diri kita. Nikmatilah setiap detik dari kehidupan Anda dengan pengawasan Sang Kekasih yang tak pernah lengah. Ya, pandangan-Nya terus mengawasi tiap gerak, desah napas dan getar dalam hatipun Dia tahu.

Buah manis muraqabatullah
Dalam kitab Fiqh al-Muraqabah, syekh Ahmad Jad menyebutkan beberapa buah muraqabah, diantaranya;
1. Menyibukkan hamba dengan Sang Rabb
Anda akan mendapati orang yang senantiasa merasa diawasi Allah sebagai orang yang sibuk hanya dengan Tuhan-Nya. Mereka benar-benar dalam kesibukan yang berkesinambungan dengan Allah dan apa di sisi-Nya, sehingga mereka tidak lagi memperhatikan selain itu; apakah itu pujian ataupun sanjungan manusia pada mereka.
2. Mengagungkan apa yang diagungkan Allah
Siapa pun yang benar-benar menghadirkan pengawasan Allah Azza wa Jalla padanya, ia tidak akan memandang pada selain-Nya. ia tidak lagi peduli pada pujian atau celaan dari siapa pun. Ia tidak peduli selain pada apa yang mendekatkannya pada Allah. Ia tidak akan mendahulukan kecuali apa yang diturunkan Allah, dan tidak akan mengagungkan kecuali apa yang diagungkan oleh-Nya.
3. Merasa rindu dan tenang bersama Allah
Setiap hamba yang menghadirkan pengawasan Rabbnya akan selalu hidup dalam kerinduan pada-Nya, terikat hubungan dengan-Nya. Kerinduan itu membuatnya merasakan pengawasan Rabbnya, menghadirkan dalam pembicaraan dan dalam diam-Nya.
4. Menganggap besar dosa-dosa kecil
Ketika seorang hamba menghadirkan pengawasan Rabbnya, maka ia akan berusaha meninggalkan segala dosa, yang besar ataupun yang kecil. Semuanya karena malu kepada Allah.
5. Penjagaan terhadap anggota-anggota tubuh
Penjagaan anggota tubuh dari segala maksiat hanya diperoleh oleh mereka yang benar-benar mengamalkan muraqabah pada Allah Azza wa Jalla di setiap kondisi. Muraqabah dalam jiwa akan menyebabkan terjaganya gerakan-gerakan lahiriah. Maka siapa yang menghadirkan pengawasan Allah di kesendirian, niscaya Allah akan menjaga gerak tubuhnya saat sendiri maupun di keramaian.
6. Memperbanyak berbagai keta’atan
Muraqabah benar-benar memiliki pengaruh yang besar pada amalan seorang mukmin. Hampir-hampir dikatakan dengan muraqabah itu, ia begitu dekat dengan derajat kemalaikatan, disebabkan banyaknya keta’atan yang dipersembahkan pada Rabbnya dan dia jauh dari kedurhakaan, yang kecil maupun yang besar.

Rabbana la tuzigh qulubana ba’da idz hadaitanaa, wahablana milladunka rahma innaka antal wahhab.
Wallahu Muwaffiq

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i

Cari Artikel

www.wahdahmakassar.org