Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Selasa, 03 Maret 2009

Futur, Na’udzu Billahi min Dzalik!

Futur adalah istilah yang biasa dikenal di kalangan aktivis dakwah. Futur sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti “lemah setelah setelah kuat”. Secara umum futur bisa menimpa siapapun, tapi yang kami maksud di sini adalah futur yang menimpa aktivis dakwah. Jelasnya, seseorang yang diberi karunia oleh Allah untuk mengenal jalan dakwah, bersemangat mempelajari dan mengamalkan Islam namun kemudian semangatnya memudar bahkan meninggalkan jalan dakwah serta amalan-amalan keta`atan yang selama ini dia kerjakan.

Fenomena Futur
Tidak ada maksud penulis untuk membeberkan aib atau kejelekan saudara-saudara kita apalagi menertawakan mereka, kami hanya ingin kita semua mengambil pelajaran dari kisah orang-orang futur di bawah ini dengan berdasar pada firman Allah,

“Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 66)
Mudah-mudahan kita dapat mengambil ibrah dalam kisah berikut;
 

Kisah ini diceritakan oleh seorang ikhwah kepada kami. Suatu waktu Ikhwa tersebut melaksanakan suatu tugas kuliah bersama beberapa temannya di salah satu perusahaan swasta. Di perusahaan tersebut dia menjadi perhatian oleh seorang karyawan, ikhwah ini penampilannya memang agak ‘nyentrik’ dengan pakaian nyunnahnya dibanding dengan temannya yang lain.

Setelah berkenalan, si Ikhwah kemudian diajak ke salah satu sudut ruangan oleh karyawan tersebut. Singkat cerita karyawan ini mulai menceritakan masa lalunya. Ternyata dulu dia juga seorang aktivis dakwah, penuntut ilmu, membina kelompok kajian bahkan dia juga bisa memahami bahasa Arab dengan baik sehingga bila ada Syekh yang ceramah dengan bahasa Arab ia bisa memahami langsung tanpa ada penerjemah.
 

Namun setelah bekerja di perusahaan tersebut sedikit demi sedikit aktivitas dakwahnya dan kegiatan menuntut ilmu ia mulai tinggalkan, sampai akhirnya semua hanya tinggal kenangan baginya.
Ikhwah yang saat itu adalah murabbi kami menutup pengisahannya kepada kami dengan pesan untuk berhati-hati dengan godaan dunia yang melenakan siapapun yang mengejarnya.
***
 

Diceritakan seorang muslimah, sebut saja Bunga -bukan nama sebenarnya- sempat membuat heran sekaligus gembira teman kuliahnya yang juga teman dalam kelompok kajiannya. Bagaimana tidak, dia dulu yang sehari-harinya mengenakan pakaian ‘ala kadarnya’, tidak lama setelah mengikuti kajian tiba-tiba dia datang ke kampus dengan jilbab besar lengkap dengan cadarnya. Temannya pun sempat merasa ‘kalah’ karena ia sendiri lebih dulu mengenal kajian Islam namun belum bisa sesempurna itu.
 

Tidak lama, datanglah keluhan dari Bunga bahwa ternyata keluarganya tidak merestui perubahan drastis tersebut. Bahkan kemudian keluarganya memboikot uang kuliah dan biaya hidup yang biasa diberikan kepadanya.
 

Temannya berusaha membantu dan menasehatinya supaya bersabar dengan ujian tersebut. Suatu waktu Bunga mengatakan bahwa ia sudah tidak tahan dan ingin kembali ke kehidupan seperti yang dulu. Ia pun mulai menjauhi teman-temannya dan meninggalkan majelis-majelis ilmu yang selamai ini dia ikuti bersama temannya.
 

Hingga suatu hari temannya melihatnya kembali menggunakan pakaian-pakaian seronoknya bahkan pergaulannya pun lebih ‘berani’ dari sebelumnya. Nau’dzubillah. Di akhir cerita, temannya yang merupakan penutur kisah ini menyampaikan pesan yang cukup menyentuh bahwa betapa ilmu sangat penting sebelum diamalkan.
***
 

Alhamdulillah bukan saya” mungkin itu yang terbetik dalam hati Anda, tapi tidak sepatutnya kita merasa aman dari penyakit ini. Selama Anda berada di lorong dakwah maka penyakit ini akan senantiasa mengintai dan kadang menginkubasi tanpa kita sadari.
 

Kita memang hanya bisa berusaha sekuatnya dan berdo`a sekhusyuknya, mudah-mudahan kita adalah orang-orang yang senantiasa dalam penjagaan Allah Azza wa Jalla. Bagaimanapun juga Dia adalah penentu segalanya.

Futur, na’dzubillahi min dzalik!

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i