Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Rabu, 11 November 2009

Ngaku Salafi Tapi Kok Hipokrit?

Salaf ataupun salafi, jika dulu istilah ini hanya dikenal di lingkungan pesantren maka seiring dengan munculnya gerakan-gerakan kebangkitan Islam istilah ini mulai popular dikalangan aktivis dakwah yang kemudian menjadi familiar dalam khutbah-khutbah dan ceramah juga di majalah-majalah islam.

Salaf dan salafi
Dari sebuat artikel dipaparkan secara singkat mengenai istilah salaf, berikut kutipannya
“Kata salaf secara lughawi semakna dengan kata qobla yang berarti sebelum atau yang lampau. Kata ini sering dilawankan dengan khalaf, yang berarti belakangan. Dalam perkembangannya makna Salaf menyempit untuk menyebut suatu babakan histories tertentu dalam sejarah Islam yang berwenang memberi legitimasi ajaran Islam atas kurun dan sesudahnya.
Menurut Dr. Muhammad Said Ramadan al-Buthi, otoritas tersebut hanyalah melekat pada tiga generasi awal Islam, yakni para Sahabat, Tabiin, dan Tabiit Tabiin. Pemahaman Muhammad Said Ramadan tersebut mungkin banyak diilhami oleh sabda Nabi, “Sebaik-baik kurun adalah masa saya, kemudian yang mengikutinya, lalu yang mengikutinya.
Sudah selayaknya jika generasi sahabat pendamping setia Nabi, lebih banyak mendengar langsung ajaran Islam dari beliau. Bahkan menyaksikan langsung segenap derap langkah dan gerak-gerik Nabi, sehingga otoritas mereka tidak diragukan lagi. Hal serupa dapat pula kita temukan pada generasi tabiin, dan generasi Tabiit Tabiin.”
Berdasarkan penjelasan di atas maka ber-Islam sesuai dengan metode (manhaj) Salaf adalah wajib, dan tidaklah orang yang membenci mereka kecuali orang-orang yang tidak suka kepada Islam itu sendiri.
Dalam sebuah tulisan karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah yang berjudul "Mengapa harus Salafi?" di antaranya menyebutkan "Siapa saja yang memisahkan antara Al-Kitab dan As-Sunnah dengan As-Salafus Shalih bukanlah seorang yang benar selama-lamanya." Dan juga artikel dari beliau lainnya yang menyebutkan, "Sesungguhnya kelompok atau perkumpulan Islam mana saja yang tidak tegak di atas kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wassalam serta di atas manhaj salafus shalih tentu ia dalam kesesatan yang nyata!"
Kemudian istilah salafi sendiri adalah orang-orang yang berusaha untuk konsisten mengikuti, memahami dan mengamalkan Islam sesuai dengan apa yang telah ditempuh oleh salaf ash sholeh, yakni tiga generasi terbaik.
Dengan ini saya mengaku salafi. Perkenalkan saya bermanhaj salaf, anda boleh percaya boleh tidak itu hak Anda. Bahkan Anda wajib tidak percaya jika perbuatan-perbuatan yang saya lakukan berseberangan dengan pengakuan saya. Sebagaimana yang saya baca dalam iklan yang mempromosikan sebuah buku berjudul “Aku Bukan Salafi?” tertulis “Kalau kata Salafi itu berarti berkata-kata kasar, mudah menuduh sesama muslim sebagai Ahli Bid’ah, mudah menganggap bahwa hanya diri sendiri salafi sementara salafi lain adalah salafi palsu, maka saksikanlah SAYA BUKAN SALAFI.” Ya, semua orang bisa menisbatkan diri pada istilah ini. Tapi jika isinya tidak sesuai labelnya atau bahkan berseberangan maka ini sangat berbahaya sebagaimana bahayanya menempel sertifikat halal pada kemasan dendeng babi!!!
Sejatinya Laila adalah gadis suci yang menjaga diri tapi ia terstigma sebagai wanita penggombal karena banyaknya laki-laki yang tergila-gila sampai harus mencium tembok saking cintanya pada Laila. Ini sebagai perumpamaan kondisi sekarang ini dimana banyak orang yang mengaku salafi tapi karena perilakunya tidak mencerminkan akhlak salaf sehingga istilah salafi sendiri kemudian menjadi sesuatu momok yang dibenci oleh sebagian masyarakat. Salafi kemudian diidentikkan dengan kata-kata kasar, suka menuduh tanpa dasar, mudah membid’ahkan tanpa bukti, mencela ulama dan sebagainya. Alhasil salaf ash-sholeh pun mendapat cipratan buruknya, mereka seakan menjadi tertuduh sebagai sumbernya semua itu. Tapi pemahaman ini tidak akan terjadi pada orang yang tahu duduk persoalannya dan objektif dalam menilai.

Salaf ash sholeh Anti Hipokrit
Hipokrit dalam Kamus Besar Bahasa Indobesia (KBBI) adalah kata sifat yang mempunyai arti 'munafik'--'orang yang suka berpura-pura', sementara itu, kata 'munafik' sendiri mempunyai arti 'suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perkataannya'—
Dalam penjelasan lain Hipokrit berasal dari bahasa Yunani ὑποκρίτης (hypokrites), yang artinya orang yang berpura-pura memiliki sikap yang baik, tetapi perbuatannya sangat bertolak belakang dengan sikapnya.
Jika mencermati sejarah generasi terbaik Islam maka kita akan dapati bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat anti dengan istilah munafik, mereka sangat takut jika perilaku yang diancam dengan azab di kerak neraka ini menimpa mereka. Apa-apa yang mereka kerjakan akan selalu mereka usahakan untuk sesuai dengan apa yang terucap dari lisannya dan dimantapkan dengan hatinya.
Seorang yang hipokrit dalam amalan sehari-harinya akan penuh dengan kontradiksi antara amalan dengan ucapannya atau amalan yang satu dengan amalan yang lainnya.

Contoh Kasus pengaku ‘Salafi’ yang Hipokrit
Untuk contoh kasus ini saya lebih suka memakai istilah hipokrit yang lebih halus dibanding dengan kata munafik, saya harap Anda sebagai pembaca pun demikian, jadi cukup pada taraf hipokrit tidak lebih.
Berikut kasusnya; Ini menimpa segelintir orang yang mengaku salafi dan mengelola website yang bernama almakassari.com dalam sebuah artikel berseri mereka yang berjudul Mengapa Saya Keluar dari Wahdah Islamiyah? (Bag. 1) yang ditulis oleh Abu Abdillah Sofyan Chalid bin Idham Ruray salah satu pragrafnya tertulis, “Sampai hari ini, apabila kita melihat situs-situs atau blog-blog pribadi orang-orang WI, maka kita akan dapati mereka mencantumkan sebagai LINK mereka, situs Ar Rahmah.com dan Eramuslim.com. Demi Allah, hal ini tidak akan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kecemburuan kepada manhaj yang haq dan terdidik di atas manhaj yang haq, mengingat dalam kedua situs tersebut dengan sangat jelas terdapat banyak sekali penyimpangan bahkan celaan kepada para Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Begitulah pengaku ‘salafi’ tipe ini, hanya suka menuduh dan mencela tanpa sedikitpun memberikan solusi. Bagi saya pribadi dua situs Islam tersebut mungkin ada kekurangan dan kesalahannya tapi manfaat yang diambil oleh kaum muslimin utamanya berita-berita tentang perkembangan dunia Islam sangat banyak. Seharusnya kita harus adil dalam hal ini, vonis total yang mematikan karakter hanya akan memperkeruh masalah, jika ada yang salah maka disitulah kita mengambil peran dalam ber-islah.
Sekarang ini di era slogan “siapa yang menguasai media maka akan menguasai dunia,” website yang betul-betul memberikan pemberitaan yang bertanggung jawab masih dihitung jari, kecuali jika almakassari.com bisa mengakomodir semuanya maka saya akan menyambut baik, tapi sayang tulisan yang ada hanya berkisar pada tulisan yang membosankan dari dulu hanya pada satu topik, “Kesesatan Wahdah Islamiyah”.
Lebih jelasnya kenapa mereka saya beri gelar hipokrit? Ternyata ketika mereka menghujat media-media Islam tersebut beserta pemberitaannya, pada saat yang sama berita dari media yang tidak islami justru mereka pasang di website mereka Anda bisa melihat di http://almakassari.com/wahdah-islamiyah-makassar-terlibat-jaringan-teroris
Berita dusta tersebut sudah diklarifikasi oleh Wahdah Islamiyah, namun ketika isu terorisme kembali marak merekapun mengungkit-ungkit lagi berita basi tersebut di awal tulisan buletin mereka, “Mungkin kita sama-sama telah membaca Harian Fajar tanggal 3 Maret 2007 halaman 11, yang memuat tentang pernyataan resmi dari Polda SulSel, bahwa ada enam kelompok yang disinyalir sebagai kelompok teroris.” 28 Juli 2009) Lihat di http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/jangan-buang-bom-sembarang-tempat.html

Juga ketika terjadi tragedi “keseleo pena” oleh wartawan yang menulis bahwa Wahdah Islamiyah akan membentuk partai politik (http://www.tribun-timur.com/read/artikel/55329) seseorang dari mereka mengangkat hal tersebut dalam kolom komentar website almakassari.com, itupun langsung diapprove dan diamini oleh adminnya (Berita tersebut telah diklarifikasi melalui jumpa pers dan website resmi Wahdah Islamiyah).
Lihatlah mereka lebih percaya pada media yang menampilkan gambar wanita pengumbar syahwat dan tak jarang memunculkan artikel-artikel syi’ah daripada klarifikasi oleh Wahdah Islamiyah sendiri. Mereka selayaknya ditanya dengan pertanyaan mereka sendiri, “Mana kecemburuan terhadap yang haq tersebut?”
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” QS. al-Hujurat (49) : 6

Penutup
Hindarilah sikap hasad, dengki dan penyakit-penyakti lainnya sebab itu hanya akan melahirkan sikap hipokrit sebagaimana dedengkot munafik Abdullah bin Ubay bin Salul yang hasad kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena merasa kekuasaanya di Madinah direbut oleh Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abdullah bin Ubay bin Salul pun melakoni peran yang sangat melelahkan di dunia, hipokrit. Penyakit hati juga bisa menularkan kebiasaan lalat yang suka mencari sesuatu yang kotor-kotor dan tak sadar jika ia sebenarnya juga dalam keadaan kotor, jadinya hidup penuh kontradiksi.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” QS. an-Nisa' (4) : 82
Jika sekiranya sesuatu itu bukan dari Allah (kebenaran) maka pastilah akan didapatkan berbagai pertentangan di dalamnya.
Wallahu Musta’an.

12 komentar:

  1. Sabarlah akan kedengkian sang pendengki sungguh kesabaran itu akan menghancurkannya, api akan memakan dirinya bila ia tak mendapatkan apa yang akan ia lahap.

    BalasHapus
  2. sebagai tabyiin li al naas..mungkin daftar paradoksnya bisa ditambah...
    syukron

    BalasHapus
  3. @Anonim, syukran, semoga kita digolongkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai orang yang sabar. Amin. Meski seharusnya kita lebih sibuk memperbaiki umat daripada mengurusi "lalat" tapi kadangkala "lalat" perlu untuk disadarkan jika kekotoranpun sudah ada pada dirinya tak perlu mencari di tempat lain apalagi menebarnya.

    @Yurin, paradoks yang sya munculkan hanya contoh kasus, meski tidak sebatas itu, misalnya dulu mereka membid'ahkan yayasan, sekarang merekapun mendirikan yayasan. Tarbiyah yang mereka bid'ahkan pun sekarang mereka lakoni di kampus-kampus dengan istilah lain; TA'LIM KECIL (tidak ada masalah dalam istilah). Itupun bermarhalah; lain senior, lain yunior. Paradoks.

    BalasHapus
  4. Mereka itu takut tersaingi. Biasanya orang yang hasad itu profesinya sama. Mereka yang pedagang sukanya hasad dengan yang sesama pedagang. Hal ini juga tidak terkecuali dengan kita. Ustadz ya hasad dengan sesama profesinya.

    Tapi kalau dipikir-pikir sebenarnya merekalah yang paling perhatian dengan kita karena situs kita terus "pelototin" dan dikomentari :). Jadi ada positifnya kita bersyukur :).

    BalasHapus
  5. @Fery: Masuk akal, sebenarnya titik temu masalah adalah ketika kita semua bertoleransi dalam hal ini, apalagi hal yg membedakan hanyalah masalah furu'. Entah kita yg lebih benar atau mereka kita juga belum tau, namun yang menjadi masalah adalah ketika ada pemaksaan kehendak dan merasa lebih benar.

    BalasHapus
  6. abu masyhur al atsari26 November 2009 pukul 17.52

    dakwah salafi di indonesia memang lebih dikenal sebagai dakwah penyebar fitnah dan tuduhan, daripada dakwah yang benar-benar mencerminkan dakwah al salafus shalih.

    semoga Allah membersihkan dakwah dan negeri kita dari orang-orang ahdaats itu.

    BalasHapus
  7. afwan... kenapa antu menggunakan al atsari di belakang nama antum (abu masyhur al atsari )bukankah itu menunjukkan antum mengakuiantum salafi(insyaallah)pengikutsalafus sholeh??
    terus untuk apa antum menulis komen "dakwah salafi di indonesia memang lebih dikenal sebagai dakwah penyebar fitnah dan tuduhan, daripada dakwah yang benar-benar mencerminkan dakwah al salafus shalih". ??

    jawablah gunakan ilmu addin yang bersih dari hawanafsu(perasaan)...

    BalasHapus
  8. afwan. semakin banyak dosa yang nampak dari blog spot antum..
    tidakkah antum tahu dosa itu sangat besar akibatnya?? ANTUM PASTI TAHU BAHWA ALLAH YANG MAHA TAHU HATI HAMBANYA...
    ana berharap agar ALLAH menyatukan kita semua

    apakah antum seorang ulama atau seorang almuni yaman seperti para hafidz indonesia lainnya hg berani berargumen bgt?
    sebaiknya kita semua diam saja ..karena diam adalah emas..
    semakin ana membaca blog antum..semakin ana mohon agar ALLAH ampuni dosa-dosa antum n orang2 yang tak pernah berpikir dan teliti dalam berucap ..sungguh kasihan seorang yang sangat dangkal ilmu agamanya..astaghfirullah.
    sebagai seorang wanita yang insya ALLAH berpegang pada manhaj salafus sholeh dan wanita yang kurang akal dan agamanya maka ana sarankan! antum wahai ikhwah fillah dengarkan atau baca kitabul kitab Hilyah Tholabul 'Ilmi (Perhiasan Penuntut Ilmu) karya Syaikh Bakr bin Abu Zaid.
    ayoo..ikhwah fillah kita bersama-sama mohon kepada ALLAH ta'ala agar ahlul sunnah semua bersatu..suatu hari nanti kita semua akan bertemu dalam jannahNYA dan bersama-sama mersakan kebahagiaan akhirat y..wassalam

    BalasHapus
  9. @ Ukhti anonim, saya kurang yakin Anda membaca semua tulisan saya, bahkan saya khawatir Anda termasuk orang yang hanya suka membaca judul dan langsung menyimpulkannya... wallahu a'lam, Btw Syukran atas doanya saya pun berdoa semoga Allah mengampuni dosa2 SAYA dan UKHTI. Amin

    BalasHapus
  10. @ anonim yg dimaksud oleh abu masyhur al atsari mungkin adalah para pengaku 'salafi', mengaku salafi tapi akhlaknya tidak mencerminkan perilaku salaf, sebagaimana juga yg dimaksud dalam tulisan ini

    BalasHapus
  11. Lalu bagaimana dengan tuduhan antum sendiri yang menuduh ikhwah salafy dibalik almakassari.com adalah hipokrit/munafik? Antum sanggup mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah?

    BalasHapus
  12. @Anonim: saya tidak menuduh mereka munafik (sebaiknya membaca ulang tulisan saya), hanya saja ada gejala hipokrit (amalan dan perkataan berlawanan/paradoks) yang ada pada diri mereka sebagaimana yang saya paparkan di atas. Dan itu sebagai koreksi bagi kita semua, jangan sampai kita hanya sibuk 'mengurusi' orang lain mengatasnamakan salafussholeh ternyata dalam perilaku mereka masih banyak yang bertentangan dengan salafussholeh, contoh kasusnya ya gejala HIPOKRIT itu.

    Jadi anggap saja tulisan ini adalah nasehat bagi kita semua yang merupakan tujuan utama bagi saya. wallahu musta'an.

    BalasHapus

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i