Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Selasa, 19 Januari 2010

Pembangunan Tembok Baja, Runtuhnya Ukhuwah

Diterbitkan di Buletin Pekanan Al-Balagh Edisi 46
Kondisi umat Islam di Gaza, Palestina, sangat menyedihkan khususnya setelah distribusi bantuan makanan bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza dihentikan PBB dengan alasan kekurangan bahan bakar.
Orang-orang Palestina telah berada dalam kesulitan untuk mendapatkan makanan sejak Palestina diduduki pada tahun 1946. Di beberapa resort, bahkan sebagian lagi memakan rumput.
Badan PBB yang mengelola distribusi bantuan, UNRWA, menghentikan pengiriman bantuan makanan ke Gaza dua minggu lalu karena kendaraan mereka mengalami kekurangan bahan bakar. Lebih dari 80% penduduk Gaza mengandalkan bantuan kemanusiaan, dengan pasokan makanan dari PBB memenuhi kebutuhan 1,5 juta orang. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak.

Dalam kondisi yang mengenaskan seperti itu secara mengejutkan Mesir yang notabene adalah negara Islam berencana membangun tembok baja untuk menutup akses terowongan-terowongan bawah tanah yang digali warga Gaza agar bisa mendapatkan kebutuhan hidup sehari-hari yang sulit mereka temui di Gaza akibat blokade Israel.
Tak hanya menutup bantuan dari dunia luar, tembok baja sedalam 15 meter yang dibangun oleh Mesir juga akan mengancam cadangan air bawah tanah yang ada di Jalur Gaza, jadi Gaza akan semakin memblokade secara ekonomi dan pasokan airnya juga terancam.
Boleh dikata pembangunan “dinding kematian” tersebut semakin “menyempurnakan” penderitaan bagi 1,5 juta warga Gaza yang selama bertahun-tahun di bawah pengepungan dan blokade Israel.
Pembaca yang budiman, jika pemblokiran atas saudara kita di Gaza dilakukan oleh kaum penjajah, zionist Israel maka itu hal tersebut bukan lagi menjadi berita asing bagi kita, tapi ini dilakukan oleh Negara Islam dengan mayoritas penduduk muslim! Sebagai seorang muslim sudah sewajarnya hal tersebut memiriskan hati kita dan kita pun berhak untuk bertanya kemana gerangan persaudaraan Islam (Ukhuwah Islamiyah) sekarang ini?

Ukhuwah Islamiyah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia seorang mu'min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi sela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Ukhuwah merupakan sesuatu yang terlahir dari keimanan yang mendalam, dan juga merupakan buah dari ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itulah, ulama mengatakan, bahwa tidak ada iman tanpa ukhuwah, sebagaimana tidak ada ukhuwah tanpa adanya pondasi iman. Membenarkan hal tersebut, firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (QS. al Hujurat : 10)
“Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Seorang yang beriman apabila tidak memiliki rasa ukhuwah terhadap sesama muslim lainnya, hal ini menunjukkan bahwa imannya belum sempurna. Dalam hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)

Persatuan Umat; Buah Ukhuwah
Ukhuwah memilki nilai positif yang sangat luas, salah satunya adalah terwujudnya al-wihdah al-islamiyah (persatuan umat). Karena dengan adanya ukhuwah, setiap muslim tidak akan memandang seseorang dari sukunya, bahasanya, negaranya, warna kulitnya, warna rambutnya, organisasinya, partainya dan lain sebagainya. Namun ia akan melihat seseorang dari segi aqidahnya. Siapapun ia, jika ia mentauhidkan Allah, beragamakan Islam, bermanhajkan Al-Qur'an, berkiblatkan ka'bah, bersunahkan sunah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia adalah saudaranya. Sehingga ia akan memandang bahwa di setiap daerah, setiap wilayah atau bahkan di negara manapun yang di sana terdapat orang-orang yang memperjuangkan kalimatullah, maka itu adalah negrinya. Dan setiap muslim memiliki kewajiban untuk senantiasa menolong saudaranya di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Atau paling tidak, harus memiliki kepedulian terhadap kebutuhan dan kesusahan yang dialami saudaranya.
Adapun pada zaman sekarang ini, berangkat dari ketiadaan ukhuwah, maka seolah tiada pula persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam. Hampir setiap organisasi, kelompok, partai berpecah belah satu dengan yang lainnya. Ini masih dalam satu negara, maka apatah lagi jika sudah berbeda negara, berbeda warna kulit dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini diperparah lagi dengan adanya konspirasi kaum barat yang berusaha untuk memecah belah kaum muslimin. Sehingga saat ini dapat dikatakan tidak ada satu negara muslim pun yang secara politiknya mencoba untuk merealisasikan ukhuwah dalam politik luar negerinya terhadap negara muslim lainnya. Padahal ukhuwah merupakan bagian terpenting dari keimanan. Karena tiada kesempurnaan iman tanpa adanya ukhuwah.

Fanatisme, Penyakit Jahiliyah
Penduduk Jazirah Arabia pada umumnya, hingga masa-masa awal kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, lebih banyak membentuk ikatan antar mereka dari sisi silsilah keturunan. Semakin dekat garis keturunan antar mereka, maka semakin kuat tali perkawanan dan persekutuan. Izzah tertinggi (kemuliaan) bagi masyarakat ini adalah pengabdian kepada suku. Auz dan Khazraj, dua suku Arab penduduk Yatsrib (Madinah), mewakili gambaran di atas.
Kepentingan seseorang adalah mewakili kepentingan suku. Pengabdian anggota suku adalah untuk suku masing-masing. Lantaran fanatisme kesukuan yang sangat tinggi, tiap orang berbangga atas kesukuannya, dan ketika tak ada kepentingan kecuali atas nama kepentingan suku, maka peperangan, kebencian dan permusuhan telah membelenggu kedua suku ini selama bertahun-tahun.
Fanatisme kenegaraan, penyakit sekuler inilah yang sekarang ini menggerogoti kebanyakan para pemimpin Negara Islam khususnya Negara Mesir. Tindakan-tindakan mereka sudah tidak berlandaskan pada kepentingan agama dan umat Islam tapi pada kepentingan negaranya tanpa peduli lagi dengan nasib kaum muslimin yang sedang menderita dan sangat membutuhkan pertolongan di jalur Gaza. Bahkan pemboikotan mereka bisa jadi merupakan bentuk tolong menolong dengan bangsa kafir dan penjajah, yahudi yang telah lama melakukan pemboikotan dan pembunuhan terhadap warga Gaza untuk menekan perlawanan mereka.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum mencintai orang-orang kafir dan lebih mengutamakan daripada kaum muslimin, beliau menjawab bahwa orang yang lebih mencintai orang-orang kafir daripada kaum muslimin, telah melakukan perbuatan haram yang besar, karena seharusnya ia mencintai kaum muslimin dan mencintai kebaikan bagi mereka sebagaimana bagi dirinya sendiri. Adapun lebih mencintai musuh-musuh Allah
daripada kaum muslimin, tentunya ini bahaya besar dan haram, bahkan tidak
boleh mencintai mereka walaupun tidak melebihi cintanya terhadap kaum
muslimin, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
“Artinya : Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dengan pertolongan yang datang daripadaNya. Dan dimasukkanNya mereka ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung” (Al-Mujadilah : 22)
Dan firmanNya. “Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu” (Al-Mumtahanah : 41)
Demikian juga orang yang memuji mereka dan lebih mengutamakan mereka
daripada kaum muslimin dalam bidang pekerjaan atau lainnya, berarti ia telah
berbuat dosa dan berburuk sangka terhadap saudara-saudaranya sesama muslim dan berbaik sangka kepada orang-orang yang tidak pantas untuk disangka baik.
Seharusnya seorang mukmin lebih mendahulukan kaum muslimin daripada yang lainnya dalam segala urusan pekerjaan dan lainnya. Jika ada kekurangan pada
kaum muslimin, maka hendaknya ia menasehati dan memperingatkan serta
menjelaskan kepada mereka dengan tidak bersikap aniaya. Mudah-mudahan dengan demikian Allah menunjuki mereka melalui tangannya.Wallahu Ta’ala Alam
Diolah dari berbagai sumber

Kamis, 07 Januari 2010

Kabut Tebal Infotainment

Diterbitkan di Buletin Pekanan Al-Balagh Edisi 44
Ironi Infotainment
Di abad informasi, tidak ada yang lebih berpengaruh daripada televisi. Sejak Farm Sworth dari Amerika Serikat menemukan televisi pada 1927 dan mulai masuk ke Indonesia sesudah pertengahan abad ke-20, televisi menjadi media yang sangat berpengaruh bagi semua kalangan. Pengaruh televisi yang semakin hegemonik telah menjadi bagian dari dinamika kehidupan. Tak heran jika banyak pihak yang mengatakan bahwa hidup tanpa televisi ibarat hidup tanpa makan.


Begitu banyak masyarakat yang kontak dengan televisi setiap hari. Di ruang keluarga, kamar tidur, lobi hotel, bahkan di dalam kendaraan televisi bercokol. Program televisi yang dikemas sedemikian rupa, disajikan dengan format audio visual, mengkonstruksi pikiran publik secara tak sadar. Besarnya animo publik terhadap televisi membuat industri media bersaing merebut “kue” pemirsa dengan mata acara yang dianggap memiliki nilai lebih dibandingkan media lain. Begitu banyak tayangan menarik yang disajikan demi mengalihkan perhatian publik. Mulai dari berita, sinetron, kuis, infotainment, sampai realitas buatan yang disulap menjadi fakta objektif.
Yang menjadi persoalan, adalah televisi saat ini kurang berpihak pada kepentingan publik. Atas nama rating dan iklan, mayoritas stasiun TV menomorsekiankan aspek dampak negatifnya. Dan bisa ditebak akibatnya, masyarakat menjadi korban karena dibiarkan menyaring sendiri tayangan mana yang layak ditonton, dan mana yang tidak.

Korban-korban Kotak Televisi
Survei termutakhir UNICEF pada 2007 silam bak dering jam weker yang pantas membuat orangtua awas. Kata badan PBB itu, para bocah di Indonesia terpekur rata-rata lima jam sehari di depan layar kaca atau total jenderal 1.560 hingga 1.820 jam setahun. Angka ini, menurut UNICEF, jauh lebih gemuk ketimbang jumlah belajar mereka yang 1.000 jam setahun di sekolah.
Maka jadilah kotak televisi sekolah tandingan bagi anak-anak ini. Naasnya, jika diamsalkan sekolah, maka televisi adalah sekolah yang berbahaya.
Disebut sekolah berbahaya lantaran kotak televisi sesungguhnya dijubeli materi-materi khusus untuk orang dewasa. Tayangan infotainment menggeruduk di pagi hari tatkala anak tengah sarapan. Tayangan sinetron tumpah ruah di layar kaca bak air bah dari sore hingga menjelang tidur.
Maka, alangkah malangnya anak-anak (zaman sekarang) ini, keceriaan dan kepolosannya mereka -disadari atau tidak- berpeluang terbang akibat masuknya persoalan orang-orang dewasa ke dalam otak mereka. Lewat televisi.
Banyak tayangan televisi yang tidak mempertimbangkan aspek psikologis. Kasus meninggalnya anak laki-laki akibat tayangan smack down akhir tahun 2005 silam menunjukkan betapa besar peran industri media dalam membentuk pola pikir dan perilaku anak-anak. Adopsi gaya hidup dan serapan nilai konsumerisme melalui televisi juga menjadi bagian dari realitas sosial yang amat memprihatinkan. Hal ini terbukti dengan semakin bergesernya nilai dan norma sosial pada diri anak-anak dan remaja.
Hal yang sama juga terjadi pada acara infotainment, yang sudah menjadi kebutuhan mayoritas masyarakat Indonesia, terutama di kalangan ibu-ibu rumah tangga serta remaja perempuan. Konstruksi pemirsa infotainment dibangun berdasarkan stereotipikasi terhadap sifat perempuan yang suka bergosip. Yang perlu kita garis bawahi lagi adalah acara tersbut begitu mendominasi. Mulai pagi buta, beberapa stasiun televisi sudah menghadirkan isu-isu hangat tentang para artis. Ini masih subuh, kalau rajin mengikuti, acara itu masih akan berlanjut hingga sore habis maghrib. Tentunya dengan format dan stasiun televisi yang berbeda.
Semenjak kemunculannya pada tahun 1994, kiprah tayangan infotainment memang bisa dibilang sangat luar biasa. Buktinya, stasiun televisi seakan berlomba menayangkan program acara yang menyajikan berita seputar selebritis ini. Bahkan menurut hasil survei Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Maret 2006 tayangan infotainment telah mengisi 63 persen tayangan televisi Indonesia.
Untuk saat ini saja terdapat tak kurang dari 26 acara infotainment. Dalam sehari tersuguh 15 sampai 23 tayangan infotainment di sembilan stasiun televisi. Yang berarti dalam seminggu tidak kurang dari 150 tayanganyang disodorkan kepada pemirsa.
Lalu timbulah pertanyaan di benak kita; dengan porsi siaran sebesar itu, perlukah infotainment terus eksis?
Pertama, kita akui bersama bahwa yang namanya public figure itu adalah sorotan dan terkadang panutan. Masyarakat selalu menunggu kabar terbaru dari public figure favoritnya.
Sebenarnya yang namanya public figure atau selebritis tidak hanya artis, yang notabene berprofesi sebagai bintang film, sinetron, penyanyi, musisi, presenter kondang, dan laing sebagainya, tapi juga politikus, ustadz, olahragawan, dan lainnya. Meskipun begitu harus diakui masyarakat kita lebih tinggi untuk mengidolakan artis dibanding politikus dan lainnya. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya program infotainment.
Kedua, Indonesia mengusung kebebasan berpendapat dan termasuk kebebasan pers. Inilah yang menyebabkan infotainment berkembang dan bahkan telah menjamur di Indonesia.
Pemirsa disuguhi tayangan-tayangan rahasia pribadi para selebriti, mulai dari gaya hedonisme mereka, cara pacaran mereka, pernikahan terselubung mereka, perselingkuhan mereka, pisah ranjang mereka, perceraian mereka, hingga kemampuan seks mereka. Semuanya dijadikan tontotan.
Ini artinya, infotainment yang begitu dibanggakan para pemilik stasiun televisi, telah menjadi virus baru dalam kebudayaan populer indonesia. Jadi secara pribadi, ini bukanlah tontonan rakyat, tapi merupakan suatu infiltrasi budaya, - entah itu disengaja atau tidak - yang mengatasnamakan dirinya jurnalisme informasi dan hiburan.
Melalui infotainment, masyarakat dapat merasa dekat dengan selebriti yang gaya hidupnya jauh di awang-awang, berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Jarak yang jauh itu terjembatani oleh media massa. Masyarakat dapat merasakan seolah-olah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari para selebriti.

Gosip = Ghibah, Haram!
Pernah dengar gosip perceraian dai kondang asal Jawa Barat Aa Gym yang dihembuskan oleh infotainment? Menurut infotainment tersebut kabarnya rumah tangga Aa Gym dan Teh Nini sedang goyah, kabarnya pula itu disebabkan karena Aa Gym kesulitan untuk berlaku adil dalam berpoligami. Teh Nini katanya sudah tidak tahan dan berniat pisah dengan Aa Gym. Tapi berita bohong tersebut langsung dibantah oleh beliau dan menyatakan bahwa dari pihaknya tidak ada yang mengeluarkan pernyataan kalau rumah tangganya dengan Teh Ninih sedang guncang.
Seharusnya mereka takut dengan firman Allah dalam surat Al Hujarat ayat 12 :
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Menggosip adalah tindakan yang paling dibenci Allah. Tapi celakanya, kebiasaan ini justru disukai banyak orang, baik di kantor, ditempat kerja atau bahkan di rumah. Terurama kalangan ibu-ibu
Banyak hal yang bergeser dan berubah dengan hadirnya pesawat televisi ke rumah kita, terutama yang berkaitan dengan budaya dan akhlak. Salah satu yang jelas terlihat yaitu pergeseran makna bergunjing atau menggosip.
Menggosip adalah tindakan yang tidak terpuji yang celakanya, kebiasaan ini seringkali dilekatkan pada sifat kaum wanita. Dulu, orang akan tersinggung jika dikatakan tukang gosip. Seseorang yang ketahuan sedang menggosip biasanya merasa malu. Namun, sekarang kesan buruk tentang menggosip mungkin sudah mengalami pergeseran.
Ghibah atau gosip merupakan sesuatu yang dilarang agama. “Apakah ghibah itu?” Tanya seorang sahabat pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. “Ghibah adalah memberitahu kejelekan orang lain!” jawab Rasul. “Kalau keadaaannya memang benar?” Tanya sahabat lagi. “Jika benar itulah ghibah, jika tidak benar itulah dusta!” tegas Rasulullah. Percakapan tersebut diambil dari HR Abu Hurairah.
Dalam Al Qur'an (QS al-Hujurat :12), orang yang suka menggibah diibaratkan seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu. Meriwayatkan “Ketika kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat seperti bau bangkai maka Rasul pun bersabda, “Tahukah kalian, bau apakah ini? Inilah bau dari orang-orang yang mengghibah orang lain”. (HR Ahmad)
Dalam hadits lain dikisahkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, “Pada malam Isra' mi'raj, aku melewati suatu kaum yang berkuku tajam yang terbuat dari tembaga. Mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka sendiri. Lalu aku bertanya pada Jibril” Siapa merka?” Jibril menjawab, “Mereka itu suka memakan daging manusia, suka membicarakan dan menjelekkan orang lain, mereka inilah orang-orang yang gemar akan ghibah!” (dari Abu Daud yang berasal dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu).
Begitulah Allah mengibaratkan orang yang suka menggibah dengan perumpamaan yang sangat buruk untuk menjelaskan kepada manusia, betapa buruknya tindakan ghibah yang kini telah banyak dilakoni oleh masyarakat bahkan menjadi salah satu hiburan di televisi dalam kemasan yang bernama INFOTAINMENT. Wallahu Muawaffiq.
Di susun dari berbagai sumber

Senin, 04 Januari 2010

Selamat Tinggal Lajangku...

“Jadi, kapan (walimahnya) kita kak?” tanya seorang ikhwan yunior di sela acara walimahan.
Suatu pertanyaan yang dulu sering saya lontarkan pada ikhwan senior yang belum menikah pada acara walimahan seperti ini.
“Insya Allah tidak lama lagi, yang penting jangan bosan jadi panitia.”
Jawaban diplomatis yang juga jadi senjata para ikhwan senior dulu. Ketika satu persatu ikhwan senior kami meninggalkan masa lajangnya pertanyaan itupun pindah kepada saya.

Ah, hidup berjalan terus seiring perputaran dunia. Aku hanya tidak ingin bilang sama yunior jika mereka bertanya seperti itu bahwa, kalian akan mendapat pertanyaan seperti itu juga. Biarkan waktu yang mengantar mereka, dan seiring itu akupun meninggalkan masa lajangku –insya Allah- dan mereka menggantikan posisi saya sekarang he....he....:)
Pernah seorang ikhwan berkata kepada saya, “Ternyata kita betul-betul sudah tua, ketika masuk kampus semua ikhwah memanggil kita ‘Kak’, tidak ada yang memanggil kita, ‘Dik’.”
Yah, dunia terus berputar... dan pertanyaan tersebut tak berlaku lagi buat saya sebab saya sudah punya belahan jiwa. Selamat tinggal masa lajang.
Siluet sepasang insan beradu kasih di belakang kemudi, angin burit berhembus, sauh telah diangkat, layar terkembang, bahtera pun membelah riak ombak meninggalkan dermaga penantian...