Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Rabu, 30 Juni 2010

Euforia Piala Dunia dan Nasib Palestina

Serangan zionis yahudi kepada relawan di kapal Mavi Mara yang membawa bantuan untuk rakyat Gaza beberapa pekan lalu membuat mata dunia sedikit berpaling ke negeri Islam yang kini dijajah zionis yahudi, Palestina khususnya kota Gaza yang selama 4 tahun terakhir berada dibawah blokade zionis. Kecaman dan gelombang protes berdatangan dari segala penjuru, terutama dari sebagian kaum muslimin. Berbagai upaya mereka lakukan seperti kampanye dan tabligh akbar peduli Palestina, hingga penggalangan dana dan relawan untuk Palestina.

Ini untuk kesekian kalinya, telah berkali-kali dan begitulah seharusnya muslim yang beriman, ketika saudara mereka merasakan kesakitan maka sontak merekapun merasakannya. Seperti satu tubuh.

“Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit.” (HR Muslim)

Jasad mereka memang terpisah tapi asa dan tujuan mereka satu. Batas negara, perbedaan warna kulit dan bahasa tak menjadi masalah sebab akidah mereka sama.

Tapi saya katakan tadi “sebagian kaum muslimin”, bahkan sebagian kecil saja. Dengan kata lain sebagian besar mungkin hanya mematung, menonton atau malah pura-pura lupa atapun tidak ingin tahu.

Sebagian lagi malah sibuk menyalahkan, katanya dari dahulu sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pembantaian atas kaum muslimin telah ada, itu sunnatullah. Tidakkah mereka berpikir bahwa sunnatullah tidak mengajar kita untuk diam berpangku tangan, di dalamnya ada ujian bagi kita untuk menentukan dimana posisi kita. Apakah Rasulullah tinggal diam atas pembantaian itu?

Pada periode Makkah, dimana kaum muslimin masih sedikit, melihat penganiayaan kaum muslimin oleh kaum kafir Quraisy, Rasulullah dan para sahabatnya tidak tinggal diam. Melihat pembantaian atas keluarga Yasir, Rasulullah memang tidak bisa berbuat banyak tapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghibur dan mendoakan mereka. Melihat penganiayaan Bilal oleh tuannya, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu juga tidak tinggal diam, beliau kemudian menebusnya dengan tebusan yang tinggi dan memerdekakannya.

Pada periode Madinah tentu kita sudah pernah membaca bahwa Rasulullah kemudian mengusir kabilah-kabilah yahudi karena terbunuhnya seorang Muslim dan karena pelanggaran mereka atas perjanjian damai dengan kaum Muslimin.

Katanya lagi, rakyat Gaza tak layak untuk ditolong karena pelanggaran syariat mereka banyak, mereka berpecah dan sebagainya. Sekali lagi, kenapa mereka tidak berpikir bahwa sangkaan itu adalah urusan penduduk Gaza dengan Allah Ta’ala? Kenapa harus dihakimi? Setidaknya mereka adalah muslim yang berhak untuk ditolong, bukankah Rasulullah mengajar kita untuk menolong saudara muslim kita yang dizhalimi ataupun yang menzhalimi?

“Tolonglah saudaramu ketika dia berbuat zhalim atau ketika dia dizhalimi.” Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, aku akan menolongnya jika ia terzhalimi, namun apabila dia berbuat zhalim, bagaimana aku menolongnya?” Beliau menjawab, “Cegahlah dia atau tahanlah dia dari berbuat zhalim, maka ini adalah pertolongan baginya.” (HR. Al Bukhari)

Jadi tak ada alasan untuk diam berpangku tangan.

Segolongan yang lain berkilah, kenapa harus membantu mereka sedangkan di negeri sendiri masih banyak orang yang juga berhak untuk dibantu? Kita katakan, penderitaan ataupun kesusahan yang dirasakan oleh sebagian masyarakat kita tidaklah sebanding dengan penderitaan rakyat Palestina khususnya di kota Gaza yang 1,5 juta warganya dalam kelaparan dan ketakutan, setiap saat rudal dan peluru zionis yahudi mengancam untuk menghancurkan rumah dan mengoyak tubuh mereka.

Alasan-alasan mereka tak lain hanya memperkerdil semangat jihad dan mempersempit ukhuwah.

Dari Gaza ke Afrika Selatan

Palestina dari dulu dan sekarang masih “sakit” dan sebagian besar mata kaum muslimin telah berpaling dari Gaza ke Afrika selatan menonton Piala Dunia.
Menurut ustadz Said Abdul Shamad, Lc., umat Islam sekarang ini seakan diamputasi tanpa mereka rasakan, karena sebelumnya mereka telah dibius dengan informasi dan hiburan semu. Membuat mereka tak sadar, satu persatu tubuh mereka dilucuti. Begitulah perumpamaannya, sejak tahun 1946 penjajahan zionis yahudi atas Palestina, jengkal demi jengkal negeri para Nabi mereka ambil, pengusiran demi pengusiran mereka lakukan, pembunuhan demi pembunuhan bahkan diperlihatkan di depan mata kaum muslimin.

Tapi sudah terlanjur, kaum muslimin telah terbius dengan euforia dunia yang sempit, sesempit lapangan sepakbola. Urusan tendang dan kejar satu bola kini jauh lebih penting daripada pembantaian-pembantaian kaum muslimin di Gaza. Dukungan untuk kemenangan klub-klub jagoan mereka jauh lebih penting dibanding dukungan agar menangnya kaum muslimin atas kafir yahudi. Mengenai siapa yang berhak merebut piala dunia lebih patut untuk diperjuangkan daripada kembalinya al-Quds kepangkuan kaum muslimin!

Lihatlah mereka rela merogoh kantong dalam-dalam untuk membeli atribut klub jagoannya sebagai bentuk dukungannya. Tapi apakah mereka akan melakukan hal yang sama ketika mereka diminta untuk membantu meringankan kelaparan rakyat Gaza?

Begitu mudahnya airmata mengalir dan lampiasan emosional mereka ketika sesuatu yang buruk menimpa tim jagoannya, tapi korban anak-anak dan wanita, gedung-gedung yang hancur, rumah yang digusur akibat kebejatan zionis yahudi apakah membuat hati mereka terketuk?

Singkatnya, begitu besar pengorbanan mereka untuk event ini, mereka seperti lupa bahwa di dunia ini tugas kita adalah untuk beribadah, detik demi detik seharusnya bernilai pahala. Apa yang mereka inginkan dari pengorbanan tersebut? Apakah mereka menginginkan pahala dari gelaran yang diramaikan dengan 40 ribu pelacur? Na’udzubillah.

Saya yakin jika mereka masih memiliki secuil keimanan dalam hati mereka tentu tidak ridha terhadap hal tersebut, hanya saja mungkin tidak tahu bahwa Rasulullah telah bersabda bahwa di akhirat kelak seseorang akan dikumpulkan bersama dengan orang yang dicintainya.

“Bius-bius” mematikan telah banyak disuntikkan oleh kaum kafir dalam tubuh kaum muslimin; adu domba, pendangkalan akidah, kebiasaan-kebiasaan buruk, dan sebagainya telah melenakan kaum muslimin. Dan untuk bangkit dari tidur panjang tersebut obatnya adalah kita kembali kepada agama ini, mempelajari agama ini dengan sebaik-baiknya dan mengamalkannya. Proteksilah diri kita dan anak-anak kita dari bius tersebut dengan didikan agama yang shahih.

Palestina tak membutuhkan kita.

Dalam catatan sejarah Palestina telah menjadi perebutan antara kaum muslimin dengan orang kafir dan kini ia kembali dikuasai oleh kaum kuffar yahudi, tapi jangan pernah berpikir bahwa ia membutuhkan kita. Tidak, bahkan sebaliknya kitalah yang membutuhkan untuk berjuang membebaskannya dari cengkraman penjajah zionis yahudi. Ada tidaknya kita takkan menjadi masalah, sebab kalau bukan kita yang memperjuangkannya maka pasti akan selalu ada yang lainnya. Namun alangkah ruginya jika kesempatan yang ada di depan mata kita abaikan dan lebih memilih sibuk untuk urusan yang tidak ada artinya.

Kita yakin bahwa cepat atau lambat Palestina akan kembali ke pangkuan kaum muslimin, namun pertanyaannya adalah apakah kita punya andil dalam usaha tersebut?

Meski kita belum bisa untuk ke sana maka hal yang minimal yang kita lakukan adalah turut andil dalam memberikan bantuan berupa harta yang mereka butuhkan. Ringankan penderitaan mereka, ingatlah masalah Palestina adalah masalah kaum muslimin masalah kita juga.

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesama Muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (HR Bukhari)

Bercita-citalah dan rindukanlah untuk berkunjung ke Al-Quds kota suci ketiga kaum muslimin dan masjid al-Aqsha sebagaimana kerinduan anda untuk mengunjungi Masjidil Haram di Makkah dan masjid Nabawi di Madinah.

Tanamkanlah pada diri Anda dan generasi Anda bahwa tanah Palestina adalah milik kaum muslimin, milik Anda dan penerus Anda.

Jangan lupa senjata utama orang yang beriman yakni doa. Doakanlah mereka, sesungguhnya salah satu doa yang makbul adalah orang yang mendoakan saudaranya yang jauh.

Wallahu ‘alam.

Diterbitkan di Buletin Pekanan Al-Balagh edisi 68 Rajab 1431 H

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i

Cari Artikel

www.wahdahmakassar.org