Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Beginilah Islam Menjaga Wanita

Menjaga Wanita  
Islam adalah syariat yang sempurna dan paripurna. Tak satupun persoalan di dunia ini melainkan telah diatur dan diberikan jalan keluar dalam Islam. Semua syariat (hukum) yang berasal dari arrahman, Allah Azza wa Jalla melalui perantaraan rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tiada lain adalah demi kemaslahatan ummat manusia. Dan siapakah yang lebih mengetahui apa yang terbaik baik bagi kehidupan manusia melebihi Allah Ta’ala yang menciptakan kita?

Termasuk yang menjadi perhatian besar dalam Islam adalah persoalan wanita. Tidak dipungkiri bahwa Islam datang dengan salah satu tujuannya adalah untuk memuliakan makhluk yang dikenal dengan kelembutannya ini. Pada zaman jahiliyah, wanita tak lebih dari sekedar benda dan pemuas nafsu bagi lelaki. Mereka tak berhak akan harta warisan, malah mereka menjadi salah satu ‘harta’ warisan.
Misalnya, jika seorang Bapak meninggal dunia maka istri-istrinya akan diwariskan kepada anak lelakinya. Bahkan dianggap kehinaan bagi masyarakat jahiliyah jika istri mereka melahirkan anak perempuan, dan tidak sedikit yang mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka karena tak sanggup menahan malu.

Islam kemudian datang mengangkat derajat wanita dan menempatkannya di sisi lelaki secara proporsional. Bahkan pada kondisi tertentu wanita mendapat kemuliaan yang lebih daripada pria. Seperti pemulian anak terhadap seorang ibu lebih tinggi tiga derajat daripada bapak.

Kerusakan Wanita adalah Kerusakan Masyarakat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewanti-wanti ummatnya untuk berhati-hati terhadap fitnah wanita, sebab kerusakan suatu masyarakat diawali dari persoalan wanita, sebagaimana yang telah membinasakan Bani Israil.

Baik tidaknya suatu masyarakat bisa dilihat dari keadaan wanita-wanita ditengah masyarakat tersebut. Bukankah sudah familiar ditelinga kita akan peribahasa, “Ibu adalah tiang negara”. Jika wanita rusak maka hancurlah Negara tersebut.

Kerusakan-kerusakan yang meluas di tengah masyarakat seperti kejahatan-kejahatan, perampokan, pembunuhan dan sebagainya maka tak lepas dari peran wanita, tentu tidak sepenuhnya tapi faktor ini tidak bisa kita abaikan. Kenapa? Kita bisa intropeksi dengan pertanyaan, siapa madrasah pertama dari pelaku-pelaku kejahatan tersebut? Ibunya! Dengan apa ibu-ibu itu mendidik anak-anak mereka yang merupakan amanah dari Allah? Apakah mereka telah mendidik dengan sepenuh hati atau dengan menelantarkannya karena sibuk dengan sesuatu yang lain, entah meniti karir atau yang lainnya?

Salah satu tugas utama seorang ibu adalah mendidik anak-anak mereka untuk menjadi manusia yang bermanfaat buat agama dan masyarakat, bukan malah menjadi sampah masyarakat.

Selain itu wanita kadang menjadi biang dari kejahatan itu sendiri. Kita patut prihatin dengan berita pelecehan seksual hingga pemerkosaan terhadap wanita yang kerap muncul di media-media tiap hari. Pelaku pemerkosaan pastilah harus dihukum –dalam hukum Islam pezina yang telah menikah harus dirajam, yang belum menikah hukumannya dicambuk sebanyak 100 kali dihadapan umum dan diasingkan selama setahun penuh-, namun kitapun harus mengoreksi kenapa kejahatan tersebut bisa terjadi? Boleh jadi kejahatan itu karena wanita itu sendiri yang ‘mengundang’ si pelaku. Pakaian seksi dan minim, dandanan menor, dan bepergian tanpa mahram adalah celah bagi setan laknatullah ‘alaihi untuk ‘mengompori’ si pelaku kejahatan.

Apalagi perzinahan yang dilakukan suka sama suka seperti pelacuran, kumpul kebo atau seks bebas yang kini merambah hingga ke muda-mudi setingkat SMP, tak bisa dinafikan bahwa peran wanita dalam hal ini tidaklah kecil.

Dalam al-Qur’an terkait hukum had terhadap pencuri, Allah menyebut pelaku laki-laki terlebih dahulu baru wanita. Namun dalam hukum had terhadap zina Allah Ta’ala menyebut pelaku wanita terlebih dahulu. (lihat al-Qur’an surah an-Nur: 2)

Menurut ulama tafsir, ayat ini mengisyaratkan bahwa kebanyakan perzinahan yang terjadi adalah disebabkan karena wanita. Wallahu a’lam.

Bagaimana seorang muslimah menjaga diri?
Sebagaimana yang telah saya sebutkan pada awal tulisan ini, bahwa perhatian Islam terhadap urusan wanita sangatlah besar. Berbagai aturan khusus buat wanita telah diatur dalam Islam secara kompleks. Ini sebagai bentuk pemuliaan dan bukan pengekangan. Berikut akan saya ketengahkan bagaimana seharusnya muslimah menjaga diri mereka.

1.    Memakai pakaian yang menutup dan melindungi seluruh tubuh.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang beriman, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka,” yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
“Hai Asma’, sesungguhnya wanita, apabila telah sampai ke tanda kedewasaan (haidh), tidak boleh terlihat bagian tubuhnya kecuali ini dan ini –beliau mengisyaratkan muka dan telapak tangannya-“ (HR. Abu Dawud)
Jika semua wanita mengikuti syariat yang mulia ini, maka bisa dipastikan pelecehan seksual terhadap wanita bisa diredam. Fakta yang bisa kita komparasikan (bandingkan) antara masyarakat Barat dimana wanita mereka dengan bebasnya berpakaian seadanya dibanding dengan masyarakat timur dimana sebagian wanitanya masih memegang teguh syariat ini. Jika di Negara Barat khususnya di Amerika, polisi disibukkan dengan kasus pelecehan terhadap wanita yang terjadi hampir tiap jam, maka di Negara timur seperti Arab Saudi jumlah kasus pelecehan seksual bisa dihitung jari pertahun!

2.    Tidak bertabarruj (berhias) di luar rumah
“…Dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu…” (QS. Al-Ahzab: 33)
Kita mendapati sebagian wanita-wanita sekarang berkebalikan dengan apa yang diharapkan oleh syari’at. Jika mereka keluar rumah maka mereka berdandan secantik mungkin. Namun jika ia berada di dalam rumahnya maka ia tidak memperhatikan lagi dandannya, padahal suami lebih berhak akan kecantikan istrinya.

3.    Kainnya tebal, longgar dan tidak ketat
“Akan muncul di akhir ummatku, wanita-wanita yang berpakaian namun pada hakikatnya bertelanjang. Di atas kepala mereka terdapat sesuatu penaka punuk unta. Mereka tidak akan memasuki surga, dan tidak juga akan mencium aroma surga. Padahal bau surga itu dicium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Al Imam ibnul ‘Abdil Barr menjelaskan, bahwa yang dimaksud berpakaian tapi telanjang adalah wanita-wanita yang mengenakan pakaian tipis yang menggambarkan lekuk tubuhnya.
Sebuah fenomena yang menggembirakan adalah maraknya wanita-wanita yang berjilbab namun sayangnya sebagian mereka tak mengilmuinya atau hanya ikut trend yang ada. Sehingga meskipun mereka berjilbab tapi pakaian ketat masih membalut tubuh mereka.  Bahkan ikatan rambut mereka kadang mencuat dari balik jilbab mini mereka, mirip punuk unta sebagaimana yang disebutkan hadits di atas.
Kita patut menghargai keinginan saudari kita untuk mengamalkan kewajiban berjilbab bagi mereka, namun hendaknya mereka memperbaiki niat-niat mereka. Setiap amalan mestilah karena Allah semata. Dan tentu saja mereka harus mengetahui kriteria jilbab yang sesuai yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya.

4.    Tidak memakai parfum di luar rumah.
Ini adalah kebiasaan yang menjadi fenomena umum di kalangan wanita. Keluar rumah dengan menggunakan parfum yang wanginya menjelajahi segala ruang. Hal yang menjadikan laki-laki lebih tergoda karena umpan wewangian yang menghampirinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amat keras memperingatkan masalah tersebut. Beliau bersabda,
“Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya, maka dia seorang pezina.” (HR. Ahmad)
Dalam kesempatan lain beliau bersabda,
“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid, (dengan tujuan) agar wanginya tercium orang lain maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi sebagaimana mandi junub.” (HR. Ahmad)
Jika untuk pergi beribadah saja tidak diperbolehkan memakai parfum apatah lagi untuk pergi ke pasar, tempat kerja dan sebagainya.

5.    Tidak menyerupai pakaian laki-laki
“Bukan golongan kami, wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR. Ahmad)
“Rasulullah melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Ahmad)
6.    Tidak bepergian tanpa mahram
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan mahramnya.” (HR. Muslim)
Bepergiannya wanita tanpa diiringi mahram bisa memperdaya orang-orang fasik, sehingga bisa saja mereka tak segan-segan “memangsanya”. Paling tidak, dengan kesendiriannya itu, kemuliaannya sebagai wanita ia pertaruhkan.

Penutup
Terakhir saya pesankan kepada saya pribadi dan kepada setiap laki-laki, baik ia sebagai bapak, saudara ataupun sebagai suami hendaklah mereka menjaga wanita-wanita yang menjadi tanggungan mereka. Senantiasa nasehatkanlah kebaikan kepada mereka sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Selalu wasiatkan kebaikan kepada para wanita. Karena mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari jalinan tulang rusuk adalah tulang rusuk bagian atas. Jika kalian paksa diri untuk meluruskannya, ia akan patah. Tetapi jika kalian mendiamkannya, ia akan tetap bengkok. Karena itu, wasiatkanlah kebaikan kepada para wanita.” (HR. Bukhari)
 Wallallahu ‘alam.

Diterbitkan di Buletin al-Balagh edisi 40 Tahun V Syawal 1432 H

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i