Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Selasa, 03 Juli 2012

Kondomisasi Bukan Solusi

  
Perilaku seks bebas di Indonesia semakin memprihatinkan. Salah satu indikasinya adalah semakin meningkatnya jumlah aborsi pertahunnya. Menurut BKKBN, setiap tahun diperkirakan ada 2,5 juta nyawa tak berdosa melayang sia-sia akibat aborsi. Angka ini terhitung besar, sebab jumlahnya separuh dari jumlah kelahiran di Indonesia, yaitu 5 juta kelahiran per tahun. Dari 2,5 jutaan pelaku aborsi itu, 1-1,5 juta di antaranya adalah remaja.

Masih data dari BKKBN pada 2010, menunjukkan 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah. Dengan kata lain, dari 100 remaja, 51 orang sudah tidak perawan. Dari data itu juga disebutkan, penyebaran wilayah remaja yang sudah melakukan seks pranikah terjadi di sejumlah kota besar. Misalnya di Surabaya tercatat 54 persen, di Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan. (Majalah Detik, edisi 30, 25/06/12)

Dari kenyataan ini, banyak pihak kemudian berupaya mengeluarkan solusi. Salah satu solusinya adalah dengan penggalakan penggunaan kondom. Program kampanye penggunaan kondom untuk hubungan seksual beresiko dikeluarkan oleh Nafsiah Mboi, tak lama setelah pengangkatannya sebagai menteri kesehatan. Hal ini menuai kontroversi dan protes di berbagai media dan dari ormas serta tokoh-tokoh Islam.

Ketika ditanya melalui wawancara di salah satu media online bahwa bukankah kebijakan tersebut sama saja mengizinkan remaja melakukan seks bebas? Ibu Menteri menjawab, “Oh tidak, karena mereka sudah melakukan seks bebas. Tapi kita kurangi risiko, jadi kita mencegah mudarat yang lebih besar.”

Kampanye pemakaian kondom (save sex) terhadap remaja tidak lain hanyalah upaya pelegalan seks bebas. Dengan memakai kondom, seolah ingin dikatakan “Jangan takut melakukan free sex. Tidak perlu nikah dulu untuk bisa melakukan seks. Tidak perlu takut kena penyakit kelamin atau AIDS. Kan sudah pake kondom.” Yang cowok jadi merasa tenang dan damai melakukan seks bebas karena selain slogan save sex tadi, mereka juga tidak takut pacarnya akan hamil di luar nikah. Sedangkan bagi yang cewek juga sama saja. Kondom menjadi alat pembenar untuk melakukan seks dengan pacar karena resiko hamil jadi kecil. Yang terjadi adalah rusaknya generasi baik-baik menjadi sekumpulan generasi hobi berzina di masyakarat. Naudzubillah.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh perilaku zina ini dalam kehidupan masyarakat sangatlah besar. Perzinaan adalah kejahatan yang sangat besar dalam Islam. Hukuman bagi pelaku zina adalah dicambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun bagi pelaku yang belum pernah menikah, namun bagi pelaku yang sudah pernah menikah (muhshon) maka hukumannya dicambuk 100 kali dan dirajam.

Di dalam negara kita yang dihuni oleh mayoritas muslim ini seharusnya kejahatan ini paling tidak disejajarkan dengan tindak kriminal lainnya. Ini adalah soal penjagaan generasi yang akan memimpin bangsa ini ke depan. Jika saat ini moral mereka sudah rusak maka kejahatan lainpun akan mudah mereka lakukan. Perilaku mereka tak harusnya “dipelihara” dengan solusi yang parsial dan setengah-setengah. Selama ini kita melihat upaya terbesar adalah mengurangi dampak dari perilaku ini, salah satunya adalah dengan kampanye kondom itu. Jadi, pelaku kejahatan ini dibuatkan alat (baca: kondom) dan dikampanyekan kepada mereka untuk menggunakan alat tersebut agar dampak kejahatan yang mereka lakukan tidak terlalu besar!

Harusnya perhatian kita terpusat pada pencegahan yang lebih menyeluruh. Bagaimana agar perzinaan itu tidak merebak di tengah masyarakat. Sebagaimana Islam dengan prinsip saddud dzariah (menutup celah)-nya telah mengajarkan kita untuk tidak mendekati zina. Bahkan seorang muslim dituntut untuk menghindari jalan-jalan yang mengarahkan ke perbuatan keji tersebut, seperti kewajiban untuk menundukkan pandangan terhadap lawan jenis, tidak ber-khalwat (berdua-duaan) dengan wanita bukan mahram, ikhtilat (bercampur baur) dalam pergaulan, tidak bersentuhan dengan yang bukan mahram, kewajiban menutup aurat, dilarangnya memakai parfum bagi wanita jika keluar rumah, dilarangnya safar tanpa mahram bagi wanita, dianjurkan berpuasa bagi pemuda yang belum mampu menikah, dan bagi laki-laki untuk mendatangi istrinya jika timbul syahwat dalam dirinya, seorang istri harus segera memenuhi ‘ajakan’ suami selama tidak melanggar batasan syariat dan masih banyak lagi aturan dalam Islam yang menutup rapat-rapat jalan menuju perzinaan. Hanya saja pintu-pintu yang sudah tertutup rapat itu dikuak sendiri oleh manusia dengan memudah-mudahkan dan menganggap sepele aturan tersebut.

Setidaknya ada beberapa cara yang harusnya dilakukan dan dikampanyekan untuk mengikis seks bebas dan segala dampak yang ditimbulkan seperti HIV, kehamilan di luar nikah dan aborsi:

Pertama: Pendidikan Agama yang Intensif

Jauhnya dari ajaran agama adalah pangkal dari kemaksiatan. Remaja-remaja muslim seharusnya diarahkan untuk giat mempelajari ilmu-ilmu agama yang berasal dari al-Qur’an dan sunnah. Dengan mengenal agama dengan baik maka keinginan untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama dapat diredam.

Manusia adalah makhluk yang lemah terhadap syahwatnya, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya) :

“Allah hendak memberikan keringanan bagi kalian dan manusia itu diciptakan dalam kondisi lemah.” (QS. An-Nisa: 28).
Ayat ini merupakan pesan pungkasan setelah Allah menjelaskan tentang beberapa aturan nikah dari ayat 19- 28 di surat An-Nisa. Oleh karena itu, para ahli tafsir menegaskan, yang dimaksud lemah dalam ayat tersebut adalah lemah dalam urusan syahwat, lemah dalam urusan wanita. Laki-laki begitu mudah hilang akal dan sangat mudah tergoda dengan wanita. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 2:267)

Hanya dengan keimanan yang kuat syahwat yang menggoda itu bisa dikalahkan. Keimanan hanya dapat disuburkan dengan ilmu agama dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih. Maka sudah sepatutnya kegiatan-kegiatan menuntut ilmu agama yang dilakukan oleh remaja muslim didukung dengan baik.

Kedua: Pendampingan Orang Tua

Orang tua memegang peranan penting dalam mendidik anaknya. Meski anaknya telah dimasukkan dalam sekolah namun pengawasan terhadap anak tetap menjadi kewajiban orang tua, bukan pihak sekolah. Bagaimana pun sibuknya dalam mencari nafkah, orang tua yang baik akan tetap meluangkan waktu untuk memberikan perhatian kepada anaknya. Membantu mereka dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Mengarahkan mereka dalam pergaulan yang baik dan kegiatan-kegiatan yang positif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya cenderung mencari perhatian yang lebih di luar rumah. Mereka lebih percaya kepada temannya daripada kedua orang tuanya. Anak dalam kondisi seperti ini rentan untuk salah pergaulan, apalagi jika mereka mendapatkan teman yang buruk.

Anak adalah amanah dari Allah bagi orang tua, tidak sepatutnya ia disia-siakan dengan bermasa bodoh terhadap pendidikan dan masa depan anak. Selama ini kita sering mendengar tentang anak yang durhaka kepada orang tuanya. Namun para orang tua seharusnya berhati-hati, jangan sampai mereka juga termasuk orang tua durhaka kepada anaknya, karena lalai dari amanah yang telah diberikan kepadanya.

Ketiga: Menutup tempat-tempat Maksiat

Tempat-tempat maksiat seperti lokalisasi pelacuran atau rumah bordil sudah seharusnya ditutup oleh pemerintah. Pembiaran tempat tersebut sangat paradoks (bertentangan) dengan program pemerintah untuk mengurangi jumlah penderita HIV/Aids dan penyakit lain yang diakibatkan oleh seks bebas. Ibarat ingin membasmi hama namun sumber hama malah dilokalisir, dipelihara, dijaga bahkan mengambil keuntungan dari situ.

Kita berharap ada suara dari Menteri Kesehatan jika memang peduli dengan penyebaran HIV/Aids untuk kampanye penutupan tempat-tempat pelacuran di seluruh Indonesia.

Keempat: Memudahkan pernikahan

Menikah adalah salah satu cara yang efektif dalam menutup pintu zina. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu untuk menikah, maka segeralah menikah, karena nikah akan lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.” (Muttafaqun alaihi)
Menikah dapat menundukkan pandangan pemuda dan mengurangi gejolak hasratnya serta memelihara kesuciannya. Menikah juga melapangkan rezeki, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
 “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)
Demikian juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Ada tiga golongan yang berhak mendapat pertolongan Allah. Yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang budak yang hendak menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya.” (HR. Ahmad)
Sayangnya, sekarang ini kebanyakan orang terdoktrin dengan pikiran bahwa menikah akan menghambat karir, menikah baru bisa ketika kehidupan sudah mapan, membuat langkah mereka surut dan takut untuk menikah. Keyakinan mereka terhadap janji yang telah Allah Ta’ala Firmankan dan Rasulullah janjikan pun memudar. Belum lagi kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi ledakan penduduk sedikit banyak mempengaruhi pemuda agar tidak menikah di usia muda.

Selain itu menikah pun dipersulit dengan mahalnya biaya pernikahan sebagaimana adat di beberapa daerah. Padahal dalam Islam, menikah hendaknya dipermudah.
“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)
Jadi yang menjadi tolok ukur adalah agama dan akhlaknya, bukan berapa besar uang pana’i-nya (uang belanja) untuk resepsi pernikahan.

Penutup
Kampanye pemakaian kondom sejatinya bukanlah solusi yang tepat untuk menghindari dampak buruk seks bebas. Bahkan justru sebaliknya, kampanye ini akan menjadi peluang besar bagi pecandu syahwat untuk semakin bebas dalam menyalurkan syahwatnya. Dalam semua permasalahan, Islam telah memberikan solusi total dan menyeluruh. Kitapun harus mengakui bahwa betapa sempurnanya aturan Allah Ta’ala dan betapa lemahnya aturan manusia yang terbatas akal pikirannya. Wallahu Musta’an.[]

Zainal Lamu, Makassar 7 Sya'ban 1433 H (27/06/12)

Tulisan ini diterbitkan di al-Abalagh edisi 30, Tahun VII, Sya'ban 1433

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i