Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Senin, 24 September 2012

Wahdah Islamiyah Membolehkan Demonstrasi?

    
Pada hari Jum’at (21/09/12) sejumlah kader Wahdah Islamiyah melakukan sebuah kegiatan bagi-bagi brosur di sejumlah titik lampu merah di Makassar. Kegiatan yang disebut aksi simpatik ini oleh Wahdah Islamiyah dilakukan sebagai upaya penyadaran kepada ummat dalam menyikapi penghinaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah sering dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Brosur yang dibagikan berisi seruan untuk membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas penghinaan kepada beliau dengan kembali kepada sunnahnya, menghidupkan sunnah-sunnah beliau mulai dari pribadi, keluarga hingga dalam masyarakat. Wahdah Islamiyah berupaya agar umat menyikapi penghinaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara yang baik dan benar, tidak menimbulkan kemudharatan, semisal demonstrasi berdarah ataupun penyerangan yang telah terjadi di beberapa Negara Timur Tengah.


Namun ada kesalahan yang dibuat dalam reportase berita oleh sebuah stasiun TV swasta tentang kegiatan tersebut. Mereka menulis dalam judul reportase dan berita yang dibaca, “Unjuk Rasa Wahdah Islamiyah”. Tak ayal ini sempat “menggegerkan”  beberapa kader Wahdah Islamiyah yang melihat berita tersebut. Sebab mereka memahami “Unjuk Rasa” yang ditulis dalam pemberitaan tersebut adalah DEMONSTRASI.

Termasuk di grup BBM yang saya ikuti. Bahkan ada yang berkomentar, “… kalau ternyata kita sudah diperbolehkan berdemonstrasi, maka kami di daerah akan menyampaikan  hal itu kepada mad’u (binaan). Karena selama ini kami selalu menyampaikan kepada mad’u yang bertanya tentang demonstrasi dan kami jawab itu bukan cara wahdah…” Tapi Alhamdulillah keadaan reda setelah beberapa asatidzah menjelaskan bahwa, itu bukanlah demonstrasi, tidak ada pengerahan massa, tak lain hanya pembagian brosur gratis dengan tetap menjaga adab Islam di jalan. Pemberitaan itu muncul tak lain hanya karena kealpaan kita mengontrol bahasa media.

Meski demonstrasi adalah hal yang khilaf diantara ulama tentang boleh tidaknya, namun Wahdah Islamiyah menjaga kader-kadernya untuk tidak melakukan demonstrasi. Wahdah Islamiyah berupaya untuk menyikapi persoalan baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri dengan cara yang baik, efektif, dan tidak menyimpang dari syariat dan tidak menimbulkan kemudharatan yang lebih besar dan tentu saja tetap merujuk pada pendapat para ulama. Saya sendiri kebetulan sudah hampir 10 tahun “ngaji” di Wahdah Islamiyah tidak pernah mendapatkan sekalipun Wahdah Islamiyah melakukan demonstrasi. Makanya kalau ada yang menyatakan Wahdah Islamiyah berdemonstrasi entah di media besar ataupun kecil, perorangan ataupun kelompok tertentu maka kita katakan bahwa pernyataan itu adalah bohong besar. Bahkan boleh jadi berita tersebut hanya untuk menjelek-jelekkan Wahdah Islamiyah. “Fatabayyanuu…”.

Makassar, Senin, 8 Dzulqaidah 1433 H. (24/09/12)

Zainal Lamu

7 komentar:

  1. Assalamu alaikum. Saya seorang simpatisan dakwah ahlussunnah yang insya Allah diusung oleh wahdah islamiyah. jika melihat apa yang dilakukan oleh ustadz dan beberapa kader wahdah di fly-over, maka wajar jika muncul anggapan wahdah telah melakukan demonstrasi. Sebab menurut kebiasaan (urf) di Indonesia, apa yang sebagian ikhwah lakukan itu sudah demonstrasi.Sebab memang dilihat sepintas tidak ada bedanya dengan demo atau Mahasiswa biasa juga menyebutnya 'aksi'. Tidak mengganggu pengguna jalan itu bukan ukuran pembeda dengan demo, sebab demo atau aksi itu memang dua macam: aksi anarkis dan aksi damai. Pertanyaannya, apa ukuran yang dipakai oleh wahdah untuk membedakan yang mana demo dan yang mana bukan? Mohon pencerahannya ustadz.

    BalasHapus
  2. Assalamu alaykum. Ustadz, ana menunggu jawaban antum tentang kategori yang dipakai wahdah untuk membedakan demonstrasi dan bukan demonstrasi? sebab aksi yang dilakukan oleh ustadz ikhwan abdul djalil dan beberapa ikhwa itu sangat mirip dengan demo.

    BalasHapus
  3. @Anonim: Waalaikum salam warahmatullah.
    Marahaban bikum. Saya juga termasuk simpatisan Wahdah Islamiyah sama seperti antum. Jawaban saya bukanlah merupakan jawaban dari Wahdah Islamiyah sebagaimana yang antum harap.

    Menurut hemat saya, taruhlah pembagian brosur2 di lampu merah itu dianggap sebagai demonstrasi menurut "urf" yg ada di Indonesia menurut antum, tapi apakah "demo" itu memiliki unsur yang menjadi penyebab mengapa demo itu diharamkan oleh ulama?
    seperti:
    1. Adanya ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan
    2. Mengganggu pengguna jalan.
    3. Menentang pemerintah
    4. Melakuan pengrusakan dan tindakan anarkis

    Jika memiliki satu unsur saja dari kriteria tersebut maka wajar jika aksi seperti itu dikecam.

    Tapi saya pribadi menganggap itu bukanlah demonstrasi, itu hanya pembagian brosur biasa yang diberitakan sebagai aksi unjuk rasa.

    Sekali lagi ini bukan jawaban dari Wahdah Islamiyah, hanya pendapat pribadi.

    Wallahu a'lam.

    BalasHapus
  4. Syukran atas jawaban ustadz. Jadi ringkasnya, demonstrasi itu diharamkan tidak "mutlak" pada dzatnya, tetapi muqoyyad pada apa yang terdapat padanya. Berarti hukum demo bisa saja haram, makruh, bahkan wajib tergantung apa yang ada padanya. Jika isinya adalah kebaikan, amar ma'ruf nahi mungkar, serta tidak mengandung unsur yang antum sebutkan di atas, maka bisa jadi pada saat itu demo hukumnya menjadi wajib.

    Satu lagi ustadz yang menjadi pertanyaan di hati ana. Bisa jadi demo yang dilakukan oleh para ikhwah ini tidaklah mengandung unsur yang diharamkan, akan tetapi ini adalah wasilah menuju kepada demo yang anarkis. Awalnya sih mungkin seperti itu, tetapi apakah kita yakin bahwa para ikhwah (yang terisnpirasi) berikutnya masih seperti itu? 5 tahun, 10 yang akan datang? Bagaimanakah kiranya, jika hal yang kita mulai hari ini menjadi bibit terjadinya demonstrasi anarkis dikemudian hari? sungguh ini adalah kecelakaan. Naudzu billahi min dzalik. tolong tanggapan ustadz atas hal ini. karena sungguh ini telah menggelisahkan hati saya. Semoga jawaban ustadz bisa menjadi penerang dan penenang hati kami. Jazaakallah khoir.

    BalasHapus
  5. @ Anonim:
    Pertama, saya bukan ustadz.

    Kedua, Jawaban saya di atas adalah kaitannya dengan tuduhan kepada Wahdah Islamiyah yg melakukan demonstrasi, dan menurut saya adalah itu bukanlah demonstrasi.

    Ketiga, Hanya menegaskan bahwa hukum demonstrasi adalah khilaf di kalangan ulama'. Ada yang mengharamkannya mutlak, ada yang membolehkan dengan syarat-syarat tertentu.

    Keempat, Semua wasilah-wasilah dakwah bisa disalahgunakan, bukan hanya aksi bagi-bagi brosur seperti itu. Itu akan terjadi jika tidak ada penjagaan terhadap kader-kader serta jauhnya mereka dari ulama dan orang2 yg berilmu.

    Semoga kita bisa tetap istiqomah dalam manhaj yang shahih dan terus mendakwahkannya dengan bilhikmah.

    wallahu a'lam.

    BalasHapus
  6. Solusinya mungkin dekat akhi. Ketengahkan saja khilaf yang sering disebut2 itu. Kalau sudah nyata bahwa memang ada khilaf yang qowiy di antara para ulama tentang hukum demonstrasi ini. Maka wajib bagi kita untuk saling toleran tentang perkara ini.

    BalasHapus
  7. Persoalan utama dalam diskusi kita ini bagi saya adalah apakah Wahdah Islamiyah memang melakukan demonstrasi dan membolehkan demonstrasi? Dan saya kira itu sebenarnya sudah terjawab bahwa aksi itu bukan demonstrasi (ini sudah sering saya ulang loh). Bahkan malamnya sebelum aksi itu, ustadz Muhammad Ikhwan Abdul Jalil telah menjelaskan kepada ikhwah yang peserta pengajian bahwa aksi ini bukanlah demonstrasi. Hanya beberapa ikhwa yang boleh ikut menyebar brosur, kalaupun ada ikhwa yg ingin membantu dipersilahkan mendaftar. Jika antum sepakat bahwa itu bukan demonstrasi maka saya kira masalah sudah selesai.

    Saya juga menyebut khilafnya demonstrasi, bukan berarti mengakui bahwa yang dilakukan WI adalah demonstrasi dan juga bukan berarti bahwa saya adalah pendukung demonstrasi. Saya hanya menegaskan bahwa jangan sampai karena perkara demonstrasi kita mengeluarkan seseorang ataupun sekelompok orang dari barisan Ahlu Sunnah wal Jama'ah.

    BalasHapus

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i