Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Rabu, 05 Desember 2012

Melawan Jurnalis Picik


Saya pernah mendapat BC (Broadcast) kisah lucu dari salah seorang teman kuliah, kisahnya begini;
Suatu hari di jalan tol kota menuju Jagorawi sebuah mobil "Esemka" mengalami kerusakan mesin sehingga mogok.... Pemilik mobil Esemka menelpon temannya untuk minta ditarik keluar jalan tol...
Beberapa saat kemudian datanglah teman pria tersebut mengendarai "Mercedes Benz" terbaru...lalu mulailah menarik sedan 'Esemka " tersebut....

Sampai di Jagorawi keduanya disalip sebuah "BMW" keluaran paling anyar... Sopir "Mercy" tidak terima, langsung ikut tancap gas mengejar "BMW" tersebut...
Pemilik "Esemka" ketakutan karena ditarik begitu kencang oleh "Mercy" tersebut, membunyikan klaksonnya berkali kali agar pemilik "Mercy" ingat kalau sedang menarik sebuah mobil....
ESOKNYA DI HALAMAN DEPAN SEBUAH KORAN TERNAMA IBUKOTA:
Kemarin, 2 buah mobil Eropa. terlihat melaju dengan kecepatan hampir mencapai 200 km/jam di jalan tol Jagorawi... hebatnya di belakang mereka tak kalah kencangnya melaju mobil Esemka buatan dalam negri sambil membunyikan klakson berkali kali meminta jalan untuk mendahului...

Kisah fiktif di atas setidaknya memberikan pelajaran kepada kita bahwa media bisa memutar balikkan fakta yang ada. Dengan media orang yang melakukan kezaliman bisa diubah posisinya menjadi orang yang terzalimi. Kebenaran bisa diubah menjadi sesuatu yang dianggap salah. Dan seterusnya. Sehingga wajar bila media banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang benci Islam untuk memojokkan Islam dan kaum Muslimin. Ataupun dimanfaatkan oleh penyesat-penyesat untuk menyebarkan kesesatannya.

Matinya Etika Jurnalis
Sesuatu yang patut disedihkan di negeri kita adalah matinya etika Jurnalis. Media diisi oleh jurnalis-jurnalis yang telah mengubur idealisme jurnalisnya. Sehingga media-media yang seharusnya menyuarakan kebenaran kini kebanyakan menjadi corong untuk melawan kebenaran dan menyuarakan kebatilan. Meski tidak dikatakan semuanya tapi hal ini mendominasi di negeri ini.

Ambil contoh kasus wartawan Metro TV yang nyaris dihakimi massa karena pemberitaannya yang salah terkait penembakan Khalid  yang dianggap teroris oleh densus 88 di kota Poso. Wartawan tersebut memberitakan bahwa Khalid ditembak oleh densus 88 karena melakukan perlawanan, padahal warga melihat sendiri bahwa  Khalid ditangkap tanpa senjata ketika baru pulang shalat shubuh dari masjid.

Begitupun kasus bunuh diri seorang gadis bernama Putri di Aceh. Sebuah tulisan di Majalah Berita Mingguan (MBM) Tempo kemudian mengaitkan bunuh diri tersebut sebagai akibat pelaksanaan Qanun  (perundang-undangan hukum Islam) di Langsa, Aceh. Tulisan-tulisan yang mereka buat tanpa penelitian yang mendalam apa sebenarnya penyebab dari bunuh diri tersebut. Sehingga kesimpulan yang diambil sangat prematur.

Nuim Hidayat salah seorang Dosen STID Moh Natsir, menyayangkan pemberitaan tersebut, sebagai media massa Tempo harus selalu menyajikan berita yang adil dan berimbang, to cover both side, mengingat efek pemberitaannya kepada masyarakat luas, khususnya bagi kalangan yang tidak mengerti tentang syariah Islam.

Nuim menantang Tempo untuk mengadakan survei secara nasional dengan obyektif. Membandingkan faktor kriminalitas dan amoralitas; korupsi, pemerkosaan, pencurian, perampokan, tawuran remaja, seks bebas, penggunaan narkoba dan miras, penyebaran pornografi dan pornoaksi, aktivitas pelecehan agama, dan sebagainya, antara daerah yang tidak menggunakan syariah Islam dengan Aceh, yang menggunakan syariah Islam.

Jika sedikit-sedikit Tempo mengaitkan keburukan-keburukan yang menimpa Aceh dan masyarakatnya terkait penegakan syariah, Tempo harus berani menarik kesimpulan bahwa di daerah-daerah non penegakan syariah pun, tingginya kasus-kasus kriminalitas dan amoralitas di sana, adalah akibat diterapkannya hukum sekuler.

Hanya ada satu kata, “Lawan!”
Menurut Ustadz Bachtiar Natsir pada saat Tabligh Akbar bertajuk “Palestinaku” di Makassar, bahwa saat ini kita berada di tengah kecamuk perang Media. Media-media sekuler menyerbu untuk menyudutkan Islam dan kaum muslimin. Setiap muslim harus mengetahui akan “perang” ini dan mengambil peran dalam memenangkan Islam.

Kaum muslimin harus membangun media-media Islam yang melawan segala opini-opini dan pemberitaan yang menyesatkan. Perhatian terhadap media seharusnya lebih ditingkatkan apalagi di kalangan du’at dan aktivis Islam. Manfaatkan berbagai media yang ada seperti jejaring sosial, blog/website, buletin, majalah, koran, televisi dan sebagainya.

Nah, apa anda juga mau mengambil bagian dari kancah ini?

Makassar, Ahad, 18 Muharram 1434 H / 02 Desember 2012.

Zainal Lamu' (Abinna Fauzan)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i