Meski tidak semuanya, karena kadang juga ada tulisan lumayan bagus seperti, “Kasih Ibu Sepanjang Jalan”, “Hidup tak lebih dari sekedar persinggahan”. Lumayan.
Kembali ke kalimat “Istrimu bekas pacarku”, sebagaimana saya katakan tadi ini adalah kalimat yang tidak beradab, berbahaya! Sebuah keluarga bisa berantakan dan nyawa bisa melayang karena kalimat ini! Bisa Anda bayangkan ketika seorang laki-laki mengatakan kalimat tersebut kepada laki-laki yang lain. Mengerikan! Sangat fitrah jika dia marah dan cemburu. Dampaknya bisa saja bukan hanya pada saat itu, tapi kemungkinan besar ia pun akan membawanya ke rumah. Ini lebih mengerikan lagi! Cerai bisa saja menjadi kata akhir yang dianggap sebagai solusi. Bahkan bila urusan lebih rumit bisa saja sampai di kantor polisi.
Apa dibalik Pacaran?
Ada baiknya jika kita menelisik pangkal dari pada kalimat ini. Lebih detilnya kita masuk ke “Dunia Pacaran”. Tentu saja Anda tak perlu pacaran untuk ini. Cukup melihat fenomena dan tingkah laku orang-orang yang berpacaran.
Berpacaran dilakoni oleh pelakunya untuk mencari pasangan hidup. Meski lebih tepatnya saya katakan pacaran tidak lebih hanya untuk melampiaskan syahwatnya. Minimal syahwat untuk memandang lawan jenisnya dengan leluasa. Yang lebih dari itu juga seakan bukan hal yang tabu lagi dalam masyarakat kita. Wanita hamil di luar nikah bukan berita yang baru di telinga kita bukan?
Adakah pacaran tanpa ciuman? Adakah pacaran tanpa pelukan hangat? Adakah pacaran tanpa pegangan tangan atau pegang ini dan itu? Adakah pacaran tanpa tatapan mesra? Adakah pacaran tanpa rayuan yang membuai?
Itulah pacaran, sebuah kata yang didalamnya mengandung sederet kelakuan yang hanya layak dilakukan oleh pasangan suami-istri. Makanya sekali lagi sangat wajar kemarahan dan kecemburuan itu ketika kalimat, “Istrimu bekas pacarku” dikatakan kepada seseorang. Sebab ia sangat tahu dan paham bahwa kalimat itu bukan hanya sampai di situ. “Istri yang kau dapat itu bekas. Dia sudah aku beginiin, begituin dan seterusnya…” meski tanpa dikatakan. Na’udzubillah.
Cari Jodoh Tanpa Pacaran
Sebagaimana rezki, jodoh akan mengalir mengikuti alur takdir. Hanya saja ada yang mendapatkannya dengan cara yang halal dan ada yang mengusahakannya dengan cara yang haram, padahal hasil yang ia dapatkan sama saja.
Seorang yang menikmati hasil korupsi 1 milyar sebenarnya adalah rezki yang sudah ditetapkan buat dia, hanya saja dia mencarinya dengan cara yang haram. Padahal jika dia mengusahakan dengan cara yang halal iapun pasti akan mendapatkannya. Begitupun dalam masalah jodoh. Sampai ke ujung duniapun jodoh itu takkan kemana. Tak bisa dipaksa-paksa apalagi diramal-ramal.
Seorang muslim yang baik seharusnya masalah jodoh bukanlah sesuatu yang harus membuatnya jadi kelimpungan, ketakutan tak dapat jatah atau ketakutan idamannya direbut orang. Sebab ia meyakini bahwa apapun keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala buat dirinya adalah pasti yang terbaik.
Apalagi jika ia yakin akan janji Allah Ta’ala dalam surah An-Nur ayat 26 yang artinya: “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik (pula)…”
Seorang ustadz memberikan perumpamaan begini, seorang laki-laki yang keluar malam untuk mencari pasangan maka ia akan mendapatkan wanita yang juga suka keluar malam dan kemungkinan besar adalah sisa dari laki-laki yang juga suka keluar malam!
Jadi, jangan terlalu berharap untuk menjadi cinta pertama dari seorang wanita yang suka mengumbar cintanya!
Ta’aruf lebih mendebarkan!
Salah satu alasan orang pacaran adalah untuk lebih mengenal lebih jauh pasangannya. Meski kenyataannya tidak juga, sebab betapa banyak pasangan yang pacaran bertahun-tahun namun baru mengetahui dan menyesali kekurangan pasangannya setelah menikah, jadilah ia merasa ditipu saat pacaran. Sebab makna lain dari pacaran adalah saat untuk tampil hebat dihadapan pasangan meski dihiasi dengan kepalsuan dan kebohongan.
Dalam Islam, mengenal calon pasangan hidup sebelum dinikahi hal yang dianjurkan. Inilah yang disebut ta’aruf. Namun ta’aruf tidaklah dilakukan dalam rangka untuk pelampiasan syahwat, sebab dilakukan dilakukan dengan niat untuk segera menikahinya jika memang nantinya mereka saling menerima. Disamping itu ta’aruf yang syar’i tidaklah dilakukan dengan khalwat (berdua-duaan), si wanita harus didampingi oleh wali atau mahramnya. Jika telah cocok maka pernikahan segera dilaksanakan untuk menghindari fitnah.
Dan Anda harus tahu bahwa tidaklah sama orang yang telah menikmati manisnya gula-gula dengan yang tidak pernah sama sekali. Ah, harusnya Anda paham maksud saya. Saya tidak mau menjelaskannya di sini. Pokoknya mendebarkanlah.
Buat para Pemuda
Terakhir nasehat saya buat para pemuda, sebagaimana telah saya jelaskan di atas bahwa jika Anda ingin mendapatkan pasangan yang baik maka perbaikilah diri Anda. Jika ingin mendapatkan wanita yang shalehah maka Anda pun harus menjadi shaleh juga.
Katakan tidak pada “PACARAN”, sehingga suatu saat kelak ketika Anda sudah menikah dan membaca tulisan, “Istrimu bekas pacarku,” Anda tak perlu tersinggung apalagi mencak-mencak, ya kan? Semoga kita semua mendapat istri shalehah yang menjadi penyejuk mata kita.
Wallahu a’lam.Makassar, Ahad, 10 Rabiul Akhir 1433 (04/03/2012)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i