Sebelumnya, tulisan ini bukan untuk membantah atau untuk membela apapun dan siapapun. Tak lebih dari sekedar mengajak kita untuk melihat sesuatu hal dan persoalan dengan adil, proporsional dan objektif tanpa tendensi pribadi dicampur dengan su’udzhon –pra sangka buruk- apalagi dirasuki dengan penyakit-penyakit hati.
Tandzim dan Hizbiyah
Tandzim dari segi bahasa amat berbeda dengan Hizbiyah. Tandzim bermakna pada keteraturan, kerapian, terkontrol yang diwujudkan dalam kerja dalam satu jama’ah/kelompok. Sedangkan Hizbiyah lebih pada paham atau sifat loyalitas yang berkonotasi negatif yakni ta’ashub/fanatisme buta terhadap kelompoknya dan menganggap salah di luar kelompoknya.
Tandzim dan Dakwah
Jika tandzim dikaitkan dengan dakwah, maka dakwah harus tertandzim, sebagaimana firman Allah dalam surah as-Shaff ayat 4:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun dikenal sebagai organisator yang ulung. Seringkali beliau berkumpul dengan para sahabat Ridhwanullahi ‘Ajmain dan meminta pendapat dari mereka tentang suatu persoalan. Dalam memberikan suatu urusan kepada seseorang beliau tidak secara serampangan menunjuk dan persoalan waktu diperhitungkan secermat mungkin.
Misalnya dalam peperangan, tidak serta merta semua laki-laki pada masa itu boleh ikut berperang, makanya sebelum pergi berperang diadakan semacam ‘pendaftaran’ kepada beliau kemudian beliau memutuskan apakah layak untuk ikut atau tidak. Di medan perang, penempatan dan pembagian tugas kepada prajurit sesuai dengan keahliannya. Pasukan tidak boleh menyerang sebelum ada perintah dari pimpinan. Itulah secuil gambaran bagaimana Rasulullah dan para sahabat menjalankan dakwah dengan tandzim. Sebenarnya masih banyak namun tidak cukup ruang untuk itu.
Tandzim/Organisasi Dakwah masa kini
Jika dibandingkan penerapan tandzim sekarang dengan pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka mungkin akan sedikit berbeda dalam hal kontekstual tapi secara subtansi tetap sama. Pada masa Rasulullah tandzim dakwah lebih banyak bersifat pada metode, maka tandzim dakwah sekarang berkembang bukan hanya bersifat metode tapi juga sebagai sarana. Apakah ini bertentangan dengan Sunnah Rasulullah? Tidak sama sekali. Menurut Syaikh Utsaimin Rahimahullah bahwa al Wasa’il (sarana-sarana) itu tergantung pada niat (maksud)nya, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para ulama, bahwa sarana itu memiliki hukum yang sama dengan hukum niatnya selama sarana tersebut bukan sarana yang diharamkan, sebab jika ia merupakan sarana yang diharamkan maka tidak ada kebaikannya sama sekali.
Lain jika organisasi dijadikan sebagai tujuan bukan lagi sekedar metode atau sarana, sehingga para du’at bukan lagi mengajak ummat kepada Islam tapi justru kepada organisasinya, mengagungkan semboyan, jargon dan simbol-simbol organisasinya dan parahnya menganggap organisasi lain sesat dan julukan lainnya tanpa bukti. Hal inilah yang dikhawatirkan menjadi bibit penyakit hizbiyah.
Siapa Hizbiyah?
Nah, apakah dalam setiap tandzim ada hizbiyah? Jawaban yang adil adalah: tidak semua tandzim menganut paham hizbiyah sebagaimana juga tidak semua orang yang tidak mau bertandzim bebas dari penyakit hizbiyah. Ya, hizbiyah adalah penyakit yang bisa menimpa kelompok mana saja, baik yang punya nama atau tidak. Meskipun ia mengatakan bahwa ia bukan dan benci hizbiyah tapi ketika ia hanya senang dan suka dengan orang-orang yang satu kajian dengannya, dan bahkan mungkin ia hanya ingin memberi salam atau menjawab salam dari muslim yang ia ketahui sepaham dengannya maka dipastikan ia mengidap penyakit HIZBIYAH. Wallahu musata’an
Sabtu, 15 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bismillah. Izin kofy. Syukron.
BalasHapusSilahkan ngopi. semua tulisan di sini sifatnya copyleft kok. :)
BalasHapus