Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Sabtu, 20 Desember 2008

Retorika Kondom & Budaya Selingkuh VS Elegi Poligami

Tulisan ini pernah saya publikasikan 2 tahun lalu (2006), tapi saya berinisiatif untuk menampilkan lagi, mengingat kontennya relevan dengan Peringatan Hari HIV/AIDS sedunia yang marak baru-baru ini.

“Anda mau selamat pakailah kondom!” ini mungkin pesan yang dapat kita tangkap dari iklan-iklan kondom di TV atau slogan-slogan orang-orang yang katanya ‘peduli’ dengan HIV/AIDS. Tidakkah pesan ini akan sangat indah, lebih bermoral dan proteksi jika kalimatnya : “Anda mau selamat takutlah kepada Allah dan setialah kepada pasangan anda”.

Ketika menyaksikan beberapa berita yang kisaran peringatan hari AIDS sedunia ada perasaan geli, jijik, dan sedih. Pasalnya, kebanyakan aksi yg dilakukan 1 Desember 2006 lalu mengusung tema yang sama “Selamatkan diri dengan kondom”.
Tidak dapat disangkal lagi, alat kontrasepsi yang satu ini sudah membumi dan mudah diperoleh, sehingga anak umur TK pun mungkin bukan barang yang asing bagi mereka. Coba bayangkan, dalam sehari itu saja, sekelompok mahasiswa-mahasiswi Universitas Atmajaya keliling Jakarta sambil melakukan ‘devile’ sejuta kondom untuk dibagikan kepada siapapun yang dijumpai. Mungkin ada pelajar dan sejenisnya yang juga ‘ketiban rejeki’ kondom.
Ada teori ekonomi yang mengatakan “barang dan jasa akan ada bedasarkan prioritas atau ketika permintaan meninggi”. Dari sini saja, kita bisa lihat, kondom yang dulunya diprioritaskan terbatas untuk memenuhi program KB, sekarang jadi trend. Ya, sesuai teori di atas, artinya kini permintaan kondom membludak seiring ‘asset’ melihat WIL (Wanita Idaman Lain) dan semakin banyaknya wanita yang terjerat rayuan laki-laki hidung belang. Cukup logis dan realistis kan.
Kenapa ya , sebagian besar kita tidak berfikir, seandainya sepasang suami istri saling mengisi satu sama lain, mungkin kondom dan accesoris-nya tidak akan pernah laku di nusantara ini. Seribu sayang, harapan ini hanya gigitan jari beberapa orang minoritas yang meyakini dan memperjuangkan bahwa agama di atas segalanya.
Kasus perselingkuhan yang dilakukan YZ dan ME (videonya beredar dikalangan anggota DPR) merupakan aib politik sekaligus personal accident seorang tokoh panutan, wakil rakyat. Namun, sebuah nilai poligami yang kini dilakoni Kyai Parahiyangan Bandung Aa Gym lebih menjadi polemik dari pada kasus YZ di atas, ironisnya polemik yang diangkat adalah mengapa video seronok itu bisa beredar, bukan kenapa perselingkuhan bisa terjadi. Sehingga anda mungkin akan melihat media-media akan mengangkat kedua pelaku perzinahan diatas hanyalah sebagai ‘KORBAN’ politik. Bisa diartikan kemungkinannya masyarakat mulai terbiasa selingkuh (Baca: berzina) daripada poligami atau selingkuh lebih dianggap terhormat daripada poligami. Padahal selingkuh dan poligami adalah dua hal yang sangat berbeda. Selingkuh merupakan jurang kehinaan, sedangkan poligami (yang memenuhi syarat syari`at) merupakan puncak kemuliaan sebuah rumah tangga.
Sederet infotainment (hari Ahad 3 Desember 2006) menayangkan pernyataan keikhlasan Teh Ninih, istri pertama Aa, perihal poligami yang sudah sejak lama diusulkannya ini. Ketika beberapa masyarakat dimintai pendapatnya tentang ‘gosip’ Aa Gym ini, masih terlihat pro dan kontra yang luar biasa. Seakan tidak menerima.
Dalam psikologi suami istri, diulas beberapa alasan keengganan (kebanyakan) wanita untuk mengizinkan suaminya berpoligami. Belum menyatunya pemahaman agama dan perasaan, adanya kekhawatiran (istri pertama) akan tersisih, ketakutan suaminya tidak dapat berlaku adil, kekhawatiran seputar masa depan diri dan anak-anak hingga kekhawatiran pandangan miring masyarakat.
Masyarakat memang belum terlalu (di) (per) kenal (kan) oleh tokoh poligami yang ‘sukses’.
Sebut saja Puspo Wardoyo pemilik rumah makan Ayam Bakar Wong Solo. Atau tokoh lainnya yang melakukan poligami secara proporsional, sesuai dengan syarat dan ketentuan yang digariskan Islam. Tapi sebagaimana kata Aa, jangan lakukan ini sekiranya belum mampu.
Jadi mari kita mulai membiasakan untuk menerima segala syari`at yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta`ala dan apa yang dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam. Sehingga kondom tidak bisa lagi beretorika, selingkuh terhina dan ditinggalkan, serta poligami bukan lagi elegi penyebab alergi.
Diramu dari berbagai sumber, Desember 2006

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i

Cari Artikel

www.wahdahmakassar.org