Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Senin, 22 Agustus 2011

Anggap Saja Ini Ramadhan Terakhir

Anggap Saja Ini Ramadhan Terakhir
Ramadhan telah lewat separuh, Hari Raya Idul Fitri insya Allah tinggal beberapa hari lagi. Dalam beberapa hari tersisa ini bagi kaum muslimin yang benar-benar menginginkan keberkahan Ramadhan tentu lebih memaksimalkan lagi amalan-amalan ibadahnya. Shalat sunnah makin ia perbanyak, shalat berjam'aah ia takkan alpa, tadarrus Qur'an lebih ditingkatkan, sedekah makin digiatkan. Waktu untuk istirahat semakin sedikit untuk melaksanakan ibadah-ibadah tersebut, tapi itu tidaklah mengapa sebab kemenangan sudah ada di depan mata.

Ibarat pelari yang telah hampir mendekati garis finish, ia akan semakin mempercepat larinya. Ia akan dianggap pelari yang bodoh jika justru pada detik-detik yang menentukan itu ia malah memperlambat larinya.

Ironisnya, dalam masyarakat kita masih melakukan kebiasaan sebagaimana apa yang dilakukan oleh -maaf- pelari bodoh tersebut. Mari kita tengok masjid-masjid sekarang pada umumnya. Jumlah shaf semakin berkurang, menurut istilah populer, shaf-shaf mengalami “kemajuan”. Jika pada awal-awal Ramadhan masjid mungkin hampir tidak bisa menampung jama'ah, sekarang hanya tinggal beberapa shaf. Bahkan menurut beberapa ustadz yang menjadi penceramah tarwih, beberapa masjid kini hanya tinggal satu shaf saja.
Pemandangan berbeda akan kita dapatkan jika kita berkunjung ke Mall-mall atau tempat perbelanjaan lainnya. Para pengunjung berjubel untuk membeli atau sekedar hanya lihat-lihat saja. Bahkan pengunjung membludak pada saat orang-orang di masjid lagi shalat tarwih. Adzan shalat Isya belum berkumandang, tapi tempat parkir perbelanjaan sudah hampir penuh oleh kendaraan pengunjung.

Gambaran di atas adalah kenyataan yang ada di dalam masyarakat kita yang menghabiskan hari-hari terakhir Ramadhan dengan cara yang salah. Lebih parah lagi pada separuh terakhir Ramadhan diisi dengan maksiat. Ada orang sudah tidak bersemangat lagi untuk berpuasa, tak ada malu baginya untuk merokok, makan dan minum di pinggir jalan.

Beberapa hari yang lalu, sekelompok orang dari sebuah organisasi Islam melakukan sweaping di beberapa tempat penginapan di Makassar. Dari hasil penggrebekan yang mereka lakukan, mereka mendapatkan beberapa pasangan muda-mudi yang sekamar namun bukan suami istri. Na'udzubillah.

Pada bulan Ramadhan, setan memang dibelenggu sehingga tidak leluasa menggoda manusia, tapi para pelaku maksiat memang telah dilatih oleh setan pada bulan-bulan yang lalu. Jadilah mereka orang-orang yang menodai kesucian bulan Ramadhan.

Akhir Ramadhan Harus Lebih Semangat!
Selayaknya bagi setiap mukmin untuk terus semangat dalam beribahadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan lebih dari lainnya. Untuk lebih memberikan semangat seharusnya kita mengetahui keutamaan yang ada pada sepuluh hari terakhir Ramadhan dan bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencontohkan dalam melewatinya.

Di sepuluh hari terakhir tersebut terdapat lailatul qadar. Allah Ta'ala berfirman,
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadar: 3).
Seribu bulan jika dikalkulasi adalah lebih dari 83 tahun. Orang-orang yang beribadah pada malam tersebut kadarnya sama dengan ia beribadah selama 83 tahun lebih! Masya Allah, inilah bentuk kemurahan Allah kepada umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang rata-rata umurnya adalah 60-an tahun. Tidak sebagaimana umat-umat terdahulu dimana mereka hidup selama ratusan tahun bahkan sampai ribuan tahun.
Jika tahun lalu mungkin kita masih lalai dari mencari lailatul qadr maka tahun ini tidak boleh terulang. Kita harus menjadi salah satu dari orang-orang yang menghidupkan malam-malam 10 hari terakhir dengan shalat lail, tadarrus al-Qur'an, ataupun dzikir.

Terdapat keutamaan yang besar bagi orang yang menghidupkan malam tersebut. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencontohkan bahwa di akhir Ramadhan beliau lebih rajin lagi melebihi hari-hari lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi contoh dengan memperbanyak ibadahnya saat sepuluh hari terakhir Ramadhan. Untuk maksud tersebut beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sampai menjauhi istri-istri beliau dari berhubungan intim. Beliau pun tidak lupa mendorong keluarganya dengan membangunkan mereka untuk melakukan ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan. 'Aisyah mengatakan,
“Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima'), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mari hidupkan sunnah yang dilupakan oleh sebagaian kaum muslimin, yakni I'tikaf. Pada 10 hari terakhir Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di masjid, fokus beribadah dan menjauhi perkara dunia yang melalaikan. Di akhir Ramadhan yang beliau dapati, beliau i’tikaf pada 20 hari terakhir.

Jika Saja Ini Ramadhan Terakhir

Saat Ramadhan tahun lalu, mungkin ada diantara orang-orang yang kita kenal masih hidup pada saat itu, namun untuk Ramadhan kali ini, orang tersebut telah tiada, jasadnya telah berkalang tanah kubur.
Sebagaimana orang tersebut dan begitulah manusia keseluruhan, kitapun tidak punya jaminan bahwa Ramadhan tahun depan kita akan dapati lagi. Bahkan kita pun tak punya jaminan bahwa kita bisa merayakan hari Raya idul fitri bersama keluarga tercinta.

Ingatlah saudaraku, bahwa ajal tidaklah mengenal tua ataupun muda, sehat ataupun sakit. Jika telah sampai pada batas yang ditentukan Allah Azza wa Jalla maka tidak ada yang bisa mengundurkan ataupun memajukannya.

Walaupun kita berharap bahwa tahun depan kita dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa ini adalah Ramadhan terakhir buat kita.

Jika demikian dengan apa kita menghabiskan bulan yang penuh berkah ini? Masihkah ada waktu untuk lalai?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan bahwa jika melaksanakan shalat maka anggaplah seakan-akan shalat itu sebagai shalat yang terakhir. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ingatlah akan kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat kematian dalam shalatnya tentu lebih mungkin bisa memperbagus shalatnya dan shalatlah sebagaimana shalatnya seseorang yang mengira bahwa bisa shalat selain shalat itu. Hati-hatilah kamu dari apa yang membuatmu meminta ampunan darinya.” (HR. Ad-Dailami).

Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata, seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Nasihati aku dengan singkat.” Beliau bersabda,
“Jika kamu hendak melaksanakan shalat, shalatnya seperti shalat terakhir dan janganlah mengatakan sesuatu yang membuatmu minta dimaafkan karenanya dan berputus asalah terhadap apa yang ada di angan manusia.” (HR. Ahmad).
Dengan menganggap shalat kita sebagai shalat terakhir akan membuat kita semakin khusyuk. Iya, Anda bisa bayangkan bagaimana shalat orang yang tahu bahwa sebentar lagi ia akan dieksekusi oleh algojo! Apakah ia shalat dengan lalai tanpa menghadirkan hati atau ia akan shalat dengan sepenuh hati?

Tentu saja ia akan shalat dengan se-khusyuk mungkin, ini adalah detik-detik terakhir ia merasakan nikmatnya berdiri, rukuk dan sujud di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kesempatan terakhir itu adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Ia akan diisi dengan semaksimal mungkin.

Sebagaimana pada haji Wada' (perpisahan), di Padang Arafah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dikelilingi para sahabat yang juga berhaji pada saat itu, beliau menyatakan bahwa seakan-akan ini adalah pertemuan terakhir dengan mereka dan tidak ada lagi pertemuan seperti itu dengan beliau setelahnya dan selamanya. Maka para sahabat pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, mereka dengan penuh antusias mendengarkan nasehat yang merupakan khutbah yang sangat panjang dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Tentu saja perumpamaan tersebut bisa kita bawa dalam menjalani Ramadhan. Anggap saja ini adalah Ramadhan terakhir buat kita. Jika ini Ramadhan yang terakhir bagi kita, kenapa kita tak bersemangat berpuasa? Kenapa enggan untuk shalat berjama'ah? Kenapa shalat tarwih kita alihkan ke Mall? Kenapa berat untuk tadarrus al-Qur'an? Kenapa pelit utnuk sedekah? Kenapa masih diisi dengan maksiat?
‘Cambuklah' jiwa kita dengan kata “Mungkin ini adalah Ramadhan terakhir bagiku!” [Abu Fauzan]

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i