Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Rabu, 18 Maret 2009

Hanya untuk Sang Kekasih...

Dari sekian miliar manusia di muka bumi hanya sebagian yang Islam, dari yang Islam hanya sebagian yang beriman, dari yang beriman hanya sebagian yang mempelajari Islam, dari sekian yang belajar Islam hanya sebagian yang mengamalkannya, dari yang mengamalkannya hanya sebagian yang mendakwahkannya, dari yang mendakwahkannya hanya sebagian yang memperjuangkannya dan dari yang memperjuangkannya hanya sedikit yang ikhlas.

Itulah Ikhlas, menghendaki keridhaan Allah dengan suatu amal, membersihkannya dari segala tendensi individual maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amalannya kecuali karena Allah dan demi hari akhirat. Ia akan selalu menjadi berometer sekaligus filter bagi amalan-amalan manusia.

Imam al Ghazali menyebutkan bahwa semua orang pasti akan binasa kecuali orang yang berilmu. Orang-orang yang berilmu pasti akan binasa kecuali orang yang aktif beramal. Semua orang yang aktif beramal akan binasa kecuali yang ikhlas.

Salah satu lawan dari pada Ikhlas adalah riya’, yakni menampakkan suatu amalan dengan maksud mendapat pujian, penghargaan, atau balasan lainnya dari makhluk. Allah Subhanahu wa Ta'ala mencela pelaku syirik kecil ini dengan firman-Nya,
“Apakah kamu meminta upah kepada mereka?", Maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan dia adalah pemberi rezki yang paling baik.” (QS. al-Mukminun: 72)

Sebenarnya pelaku riya’ juga tidak akan dibuat rugi sebab ia akan memperoleh sesuai dengan niatnya,
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang Telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud : 15-16)

Ikhlas; Syarat Diterimanya Ibadah
Ikhlas merupakan syarat utama diterimanya suatu amalan, tanpa keikhlasan semua akan sia-sia belaka sehingga jika Anda ingin melihat orang yang tercapek di dunia maka anda bisa melihatnya pada orang-orang yang tidak ikhlas. Mereka tidak mendapat balasan selain apa yang ia niatkan, bagaimanapun pengorbanannya dalam melakukan suatu amalan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman bahwa segala amalan yang dikerjakan dengan niat selain daripada Allah sebagai sesuatu yang sia-sia,
“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Al-Furqan: 23)

Ikhlas; Amalan Biasa jadi Luar Biasa
Tujuan penciptaan kita di dunia ini tiada lain adalah untuk beribadah kepada Allah, ditegaskan dalam ayat yang mungkin sudah kita hapal,
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. al-Dzariyat).

Dari ayat ini kita pahami bahwa semua aktivitas, gerak langkah kita seharusnya bernilai ibadah di sisi Allah. Kuncinya adalah pengharapan ridha Allah atas apa yang kita lakukan.

Karena pengaruh niat yang ikhlas, maka hal-hal yang mubah pun bahkan kebiasaan dan kebutuhan bisa menjadi ibadah. Makan, tidur, mandi dan aktivitas serupa adalah kebutuhan yang sudah biasa bagi kita, tapi jika lakukan dengan niat mengharap pahala dan keridhaan Allah atas perbuatan tersebut maka itu adalah luar biasa.

Ikhlas; Bahan Bakar Perjuangan
Ikhlas merupakan bahan bakar yang menyebabkan berkelanjutannya suatu amalan. Seseorang yang melakukan sesuatu dengan niat yang tidak lurus dan dia tidak berusaha meluruskan niatnya, maka dipastikan ada dua kemungkinan yang terjadi pada dirinya. Kemungkinan pertama; jika ia tahu bahwa tujuannya takkan tercapai maka ia akan berhenti dengan keputusasaannya, kemungkinan kedua; Jika ia mendapatkan apa yang diinginkannya maka ia berhenti dengan kepuasan semunya.

Orang yang mukhlis karena Allah tidak akan melemah dari janji-janji yang diobral, tidak bergeming karena ancaman, tidak menjadi hina karena kerusakan dan tidak bisa dicegah karena rasa takut.

Orang yang beramal karena Allah, tidak akan memutuskan amalnya, tidak mundur dan tidak malas-malasan sama sekali. Sebab alasan yang melatarbelakanginya tidak pernah sirna. Wajah Allah tetap abadi sedangkan wajah manusia dan semua makhluk akan binasa sebagaimana firman-Nya,
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan kepada-Nyalah kalian dikembalikan.” (Al-Qashshas: 88)

Ikhlas; Sumber Kekuatan
Anda akan mendapati yang ikhlas itu adalah orang yang kuat meski secara fisik mungkin lemah, tetapi keikhlasannya akan membuahkan kesabaran dan kesabaran akan membuat orang yang lemah sekalipun menjadi orang yang kuat.
"Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah: 249)
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu'min untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (Al-Anfaal: 65)

Ikhlas; Sebab Datangnya Pertolongan Allah

Perjuangan dakwah adalah perjuangan mulia yang seharusnya dilandasi dengan niat yang suci. Memurnikan niat hanya karena Allah dalam ibadah dan jihad ini merupakan amalan yang fundamental agar amalan diterima dan sukses.

Salim bin Abdullah pernah menulis surat kepada Umar bin Abdul Aziz, berisi nasehat baginya, “Ketahuilah bahwa pertolongan Allah yang diberikan kepada hamba tergantung kepada kadar niatnya. Barangsiapa niatnya sempurna, maka pertolongan Allah pun akan sempurna. Barangsiapa niatnya berkurang, maka kadar pertolongan itu juga akan berkurang.”

DR. Yusuf al Qardhawi menyatakan bahwa kehidupan ini tidak akan bisa dikendalikan kebenaran, ditaburi kebaikan, kalimat iman tidak menjadi tinggi dan bendera keutamaan tidak akan berkibar jika diisi orang-orang yang memperdagangkan prinsip, yang tidak berbuat kecuali untuk keduniaan, atau diisi orang-orang yang riya’ yang tidak berbuat kecuali agar semua orang memusatkan pandangan kepadanya, mendengarnya, membicarakannya dan menunjuk ke arah dirinya. Kebenaran, kebaikan dan iman akan menjadi menang dengan keberadaan orang-orang yang mukhlis, yang berpegang teguh kepada prinsip dan mengutamakannya, mau berkorban dan tidak mengambil keuntungan, memberi dan bukan mengambil.

Sebaiknya kita berhenti sejenak, menghela napas sembari merenung langkah-langkah yang kita lakukan selama ini. Tanya pada diri kita, seberapa keikhlasan kita dalam perjuangan ini? Murnikah karena Allah atau ada maksud lain? Masih ada kesempatan untuk memperbaiki niat-niat kita. Ingat, perjuangan terberat adalah menjaga keikhlasan.

Munculkan dan menjaga keikhlasan, bagaimana?
Dalam menjaga keikhlasan DR. Yusuf Qardhawi menyampaikan beberapa tips buat kita diantaranya;

1. Ilmu yang mantap
Ini adalah hal yang mutlak harus ada. Ikhlas adalah amalan hati, amalan akan muncul dengan keyakinan dan keyakinan muncul dari ilmu. Singkatnya ikhlas yang sempurna akan muncul akibat adanya pengetahuan yang sempurna pula tentang keikhlasan; tentang makna, urgensi, balasan keikhlasan dan sebagainya.

2. Bergaul dengan orang yang ikhlas
Faktor yang bisa mendorong ikhlas adalah berteman dengan orang-orang yang ikhlas serta hidup bersama mereka, agar dia bisa mengikuti irama langkah mereka, mengambil pelajaran dari mereka dan mencontoh akhlak mereka.

3. Membaca kisah orang-orang yang ikhlas.

Salah faktor yang juga bisa menumbuhkan keikhlasan dalam diri kita adalah membaca sirah orang-orang mukhlisin, mengenali kehidupan mereka, mengikuti jejak dan petunjuk mereka. Jika orang-orang yang meniti jalan kepada Allah tidak mendapatkan orang-orang yang mukhlis untuk dijadikan teman, maka tidak sedikit orang-orang mukhlis yang sudah meninggal untuk menemaninya. Sebab akhlak dan pemikiran tidak bisa mati. Sekalipun orangnya telah mati.

Saya ingin membagi cerita kepada Anda tentang kisah keikhlasan yang sangat mengesankan bagi saya;

Diceritakan oleh Abdullah bin Sinan, ketika dua kubu telah berhadapan, pasukan kaum Muslimin dan pasukan kafir Romawi. Sebagaimana biasanya sebelum perang dimulai diadakan perang tanding satu lawan satu. Seorang Romawi maju dan menantang perang tanding. Maka seorang muslim maju, lelaki kafir itu menerjang dan membunuhnya. Begitulah berlangsung hingga lelaki kafir itu telah berhasil membunuh enam orang muslim. Ia dengan angkuh berdiri di antara dua kubu menantang perang tanding. Namun tak seorang pun yang melayaninya. Tiba-tiba Ibnul Mubarak menoleh kepdaku seraya berkata, “Wahai fulan kalau aku terbunuh, kerjakan ini dan ini.” Kemudian beliau menutup mukanya, mengayuh tunggangannya menyerang lelaki kafir tersebut. Akhirnya beliau berhasil membunuhnya, beliaupun menantang perang tanding. Seorang kafir lainnya maju menghadapi beliau, namun berhasil membunuhnya. Begitu terus berlangsung hingga beliau berhasil membunuh enam orang kafir. Beliau terus menantang bertanding, namun mereka sepertinya menjadi penakut. Beliau lantas menghempaskan tunggangannya menembus dua kubu yang berhadapan lalu menghilang. Kami seolah-olah tidak merasakan apa-apa (saking terpananya). Tiba-tiba beliau sudah beliau berada di sisiku seperti sebelumnya, seraya menandaskan, “Wahai fulan, selama aku masih hidup, jangan engkau ceritakan hal ini pada siapa-siapa.”

4. Mujahadah melawan hawa nafsu

Maksudnya, mengarahkan kehendak untuk memerangi hawa nafsu yang menjurus kepada keburukan, mengendalikan egoisme dan kecenderungan kepada keduniaan, hingga ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala.

5. Berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah
Tatkala semua usaha telah dilakukan, maka ketuklah pintu rahmat-Nya lewat doa dan mohonlah karunia dan petunjuk-Nya agar senantiasa kita digolongkan sebagai orang-orang yang mukhlis. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengajarkan sebuah do’a kepada kita,
“Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu untuk (tidak) menyekutukan sesuatu yang kami ketahui dengan-Mu dan kami memohon kepada-Mu dari sesuatu yang tidak kami ketahui.”

Selamat menikmati penghambaan hanya kepada-Nya, untuk Wajah Sang Kekasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dengan tetap mengedepankan adab berkomunikasi secara syar'i