Kumpulan catatan Zainal Lamu, socialpreneur yang masih belajar.

Rabu, 16 September 2009

Kenapa Pohon dan Batu Masih Enggan untuk Berbicara?

Yahudi sejatinya telah menjadi musuh seluruh penduduk langit dan bumi. Alam telah bosan dengan sederet pembangkangan, pengkhianatan, kekejian dan kekejaman yang Allah Azza wa Jalla sendiri mengabadikannya dalam Kitab suci-Nya, dan itu masih bisa kita lihat hingga sekarang ini.

Kitapun yakin bahwa puncak dari perseteruan ini adalah ketika semua saling bahu membahu untuk melenyapkan bangsa yang pernah dikutuk menjadi kera ini. Dalam sebuah riwayat nubuwwah dikabarkan bahwa sampai-sampai pohon dan batu akan berbicara kepada orang yang mengejar si yahudi yang bersembunyi dan menyuruhnya untuk segera membunuhnya.

Rabu, 09 September 2009

Ini Jalan ke Bioskop dan Ini Jalan ke Masjid

Abu Basyar berkata, “Aku bepergian bersama temanku menuju kta Shan’a (Yaman). Pada suatu malam kami sepakat untuk pergi ke bioskop yang kami belum tahu jalan menuju ke sana. Karena kami tahu bahwa pergi ke bioskop adalah sebuah perbuatan yang tercela, kami pun tidak bertanya kepada orang-orang dewasa di mana tempatnya. Maka kami mencari-cari anak-anak kecil.

Di saat kami sedang mencari cari, tampak di hadapan kami seorang anak kecil yang usianya tidak sampai sembilan tahun. Sat itu adalah waktu antara dua shalat, yaitu shalat Maghrib dan shalat Isya’. Lalu kamipun bertanya kepadanya tentang jalan menuju bioskop.

Anak kecil itu melihat kepada kami dengan merenung kemudian berkata, ”Ini adalah jalan yang akan mengantarkan kalian ke bioskop, dan ini adalah jalan yang akan mengantarkan kalian ke masjid.” Dan dia mengisyaratkan dengan tangannya kepada dua jalan tersebut.

Kami pun tercengang dengan jawaban dan kebijaksanaannya saat dia memperingatkan kami bahwa jalan yang kami tuju adalah jalan keburukan, dan dia menjelaskan kepada kami jalan kebaikan. Maka kami pun meniti jalan menuju masjid, lalu kami melangkah dengan langkah-langkah kembali bertaubat kepada Allah. Alangkah baiknya anak itu, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala membalasnya dengan kebaikan, demikian pula kami. (Majalah Qiblati Edisi 11 Tahun IV)

***

Membaca kisah di atas saya jadi teringat dengan sebuah film ’Islami’ yang akan ditayangkan serentak di bioskop seluruh Indonesia pada tanggal 17 September 2009 mendatang, Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 2. Ironinya adalah pemutaran perdana film ini dalam suasana 10 hari terakhir Ramadhan. Hari-hari yang siang dan malamnya seharusnya diisi dengan memperbanyak ibadah kepada Allah khususnya i’tikaf di masjid justru digeser oleh bioskop yang notabene adalah tempat yang mudharatnya –maksiatnya- lebih banyak dari manfaatnya.

Anggaplah film ini ditonton tak kurang dari 3 juta orang sebagaimana KCB 1, maka milyaran uang akan terbuang untuk sesuatu tidak terlalu bermanfaat –kalaupun ada manfaatnya-. Bukankah uang itu akan berpahala jika disedekahkan untuk fakir miskin yang kita temukan tiap hari di jalanan? Terlebih di bulan Ramadhan ini dimana shiyam yang kita lakukan seharusnya menyentil sedikit rasa kemanusiaan kita untuk peduli terhadap kelaparan yang mereka rasakan tak mengenal waktu siang dan malam.

Mungkin sebagian besar dari penonton juga ikut larut dalam cerita fiksi tersebut dan tak jarang air mata juga harus ’disumbangkan’, perasaan khusyuk yang mestinya dihadirkan saat membaca ayat-ayat Allah dan air mata takut akan kebesaran-Nya menjadi sia-sia di tribun bioskop.

Asumsi di atas hanya berdasar kemungkinan-kemungkinan, tapi kalkulasi kerugian pahala bisa kita lihat dengan sangat jelas meski dengan prediksi minimal sekalipun dan masih banyak kerugian dari sisi lain yang belum kita hitung; waktu, tenaga dan sebagainya.

Saya tidak tahu apa alasan peluncuran perdana film ini pada bulan Ramadhan, terlebih di 10 hari terakhir, mungkin agar kesan ’religi’-nya lebih terasa. Tapi akan lebih menghormati bulan mulia ini jika diputar pada bulan lain saja, paling cepat setelah Idul Fitri.

Jadi, tanggal 17 September nanti Anda dimana? Ini jalan ke Masjid dan itu Jalan ke Bioskop, pilih mana? Wallahu muwaffiq.