Tulisan ini sengaja kami publikasikan melihat fenomena yang sangat menyedihkan dimana banyak diantara kaum muslimin yang tertipu dan menjadi korban dengan agama yang satu ini. Bahkan kebanyakan korbannya adalah mahasiswa yang katanya kaum intelektulal ilmiah rasionalis, padahal banyak sekali ajaran dan ritual mereka yang tidak ilmiah lagi irrasional bahkan cenderung mistik paganis.
Diakui dengan kecerdasan berargumentasi dihiasi retorika dan dalil yang tak jarang mereka ambil dari ulama-ulama ahlusunnah mereka bisa mempengaruhi pemikiran seorang muslim, apalagi jika orang tersebut tidak memiliki akidah yang kuat serta pemahaman Islam yang benar.
Jika menelisik dari tulisan-tulisan mereka sekali lagi kita akui mereka memang ‘pintar’ untuk menipu, argumen dalil baik dari alqur’an ataupun dari kitab-kitab hadits ulama ahlusunnah mereka ambil secara parsial saja, hanya yang sesuai dengan kepentingan mereka dan menyembunyikan dalil yang bertentangan, sehingga seolah-olah ulama tersebut mendukung pendapat mereka, padahal sebaliknya. Inilah politik murahan milik yahudi; ‘Adu Domba’.
Misalnya tulisan mereka dalam perkara nikah mut’ah (kawin kontrak) untuk memaksakan penghalalan mereka terhadap ini biasanya hadits yang ditampilkan penulis hanyalah hadits yang mendukung mereka, yang menggiring seseorang pada kesimpulan yang diinginkannya, agar orang tersebut yakin bahwa nikah mut’ah dihalalkan oleh Allah dan RasulNya, sedangkan yang mengharamkan adalah Umar sendiri. Sementara hadits yang tidak sesuai dengan keinginan si penulis sengaja tidak ditampilkan, padahal hanya berjarak beberapa halaman dari hadits yang dimuat oleh penulis.
Biasanya dalil yang dikemukakan adalah riwayat Jabir bin Abdillah: ”Dari Abu Zubair, saya mendengar Jabir bin Abdillah Al Anshari mengatakan, dulu kami melakukan nikah mut’ah dengan bayaran segenggam korma dan tepung, selama beberapa hari semasa hidup Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan pada masa kekhalifahan Abubakar, sampai kemudian Umar melarangnya, berkaitan dengan Amr bin Huraits.” Riwayat Muslim hadits no 3482
Begitu juga riwayat dari Jabir dan Salamah bin Al Akwa’: “Dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin Al Akwa’ mengatakan: datang kepada kami utusan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lalu mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengijinkan kalian untuk nikah mut’ah.” Shahih Muslim hadits no 3479
Ada lagi riwayat dari Jabir: “Atha’ mengatakan: Jabir datang ke kota Makkah untuk melakukan ibadah umrah, lalu kami berkunjung ke rumahnya lalu dia ditanya tentang beberapa hal di antaranya tentang mut’ah lalu dia menjawab: Ya, kami melakukan nikah mut’ah pada jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Abubakar dan Umar”. Shahih Muslim hadits no 3481
Inilah dalil –hadits buatan mereka lebih banyak lagi- yang biasa digunakan oleh para ustadz syi’ah dan ulama syi’ah untuk menggiring opini pembaca agar meyakini bahwa nikah mut’ah adalah halal, serta menunjuk Umar bin Khattab sebagai kambing hitam yang konon mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan RasulNya.
Dampaknya kita lihat di sekitar kita banyak wanita muslimah yang menjual kehormatannya dengan melakukan nikah mut’ah dengan anggapan bahwa mut’ah adalah halal, hanya diharamkan oleh Umar.
Setelah merujuk pada kitab shahih Muslim, kita menemukan riwayat dari sahabat yang mereka anggap sebagai salah satu imam syi’ah yaitu Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘Anhu, hanya selang beberapa halaman saja dari riwayat yang sering dinukil oleh ustadz syi’ah: “Dari Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari ayahnya (Muhammad) dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak saat perang Khaibar”. Shahih Muslim, riwayat no 3497
“Dari Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari ayahnya (Muhammad) dari Ali bin Abi Thalib, dia mendengar kabar bahwa Ibnu Abbas memperbolehkan nikah mut’ah, lalu Ali mengatakan: tunggu dulu wahai Ibnu Abbas, sungguh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengharamkan nikah mut’ah dan mengharamkan daging keledai jinak saat perang Khaibar.” Shahih Muslim hadits no 3500
“Dari Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari ayahnya (Muhammad) , dia mendengar Ali bin Abi Thalib mengatakan pada Ibnu Abbas terkait nikah mut’ah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengharamkan nikah mut’ah dan daging keledai jinak saat perang Khaibar.” Shahih Muslim hadits no 3501
Kita perhatikan, hadits yang membolehkan mut’ah adalah nomor 3479, 3481 dan 3482, sementara riwayat terbebas dari salah dan lupa – sengaja mereka sembunyikan- adalah nomor 3497, 3500 dan 3501. Begitupun kesimpulan ulama pensyarah hadits tidak mereka tampilkan melainkan mereka membuat kesimpulan menurut hawa nafsu mereka sendiri.
Dan masih banyak contoh dalam kasus lain. Baik mari kita mengenal lebih jauh tentang mereka. Berikut ini akan dipaparkan prinsip (aqidah) mereka dari kitab-kitab mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca bisa menilai sejauh mana kesesatan mereka.
Tentang Al Qur’an
Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata: “Sesungguhnya Al Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad (ada) 17.000 ayat.”
Di dalam Juz 1, hal 239-240, dari Abu Abdillah ia berkata: “…Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: ‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata: ‘Mushaf 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al Qur’an kalian…’.” (Dinukil dari kitab Asy-Syi’ah Wal Qur’an, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi Dzahir). Hmm kira-kira pakai bahasa apa ya?
Bahkan salah seorang “ahli hadits” mereka yang bernama Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al Qur’an yang ada ini telah mengalami perubahan dan penyimpangan. Secara langsung ini adalah tuduhan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingkari janjinya untuk menjaga Al-Qur’an
Tentang sahabat Rasulullah
Diriwayatkan oleh Imam Al-Jarh Wat Ta’dil mereka (Al-Kisysyi) di dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hal. 12-13) dari Abu Ja’far (Muhammad Al-Baqir) bahwa ia berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi, dalam keadaan murtad kecuali tiga orang,” maka aku (rawi) berkata: “Siapa tiga orang itu?” Ia (Abu Ja’far) berkata: “Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi…” kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari Asy-Syi’ah Al-Imamiyyah Al-Itsna ‘Asyariyyah Fi Mizanil Islam, hal. 89)
Ahli hadits mereka, Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga orang: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi.” (Al-Kafi, 8/248, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 45, karya Ihsan Ilahi Dzahir)
Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir Al-Husaini Al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 46)
Adapun shahabat Abu Bakr dan ‘Umar, dua manusia terbaik setelah Rasulullah, mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari keduanya merupakan bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu, didapati dalam kitab bimbingan do’a mereka (Miftahul Jinan, hal. 114), wirid laknat untuk keduanya: Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakar dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka…(yang dimaksud dengan kedua putri mereka adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah). (Dinukil dari kitab Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18, karya As-Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib)
Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu’lu’ Al-Majusi, si pembunuh Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab, adalah seorang pahlawan yang bergelar “Baba Syuja’uddin” (seorang pemberani dalam membela agama). Dan hari kematian ‘Umar dijadikan sebagai hari “Iedul Akbar”, hari kebanggaan, hari kemuliaan dan kesucian, hari barakah, serta hari suka ria. (Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18).
Mereka juga meyakini bahwa ‘Aisyah dan para istri Rasulullah sebagai pelacur -na’udzu billah min dzalik-. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal (hal. 57-60) karya Ath-Thusi, dengan menukilkan (secara dusta) perkataan shahabat Abdullah bin ‘Abbas terhadap ‘Aisyah: “Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah…” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin Al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin, hal. 11, karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha)
Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh karena itu, Al-Imam Malik bin Anas berkata: “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menghabisi Nabi namun tidak mampu. Maka akhirnya mereka cela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi Muhammad) adalah seorang yang jahat, karena kalau memang ia orang shalih, niscaya para sahabatnya adalah orang-orang shalih.” (Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul, hal. 580)
Tentang Al-Bada’
Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Mereka berkeyakinan bahwa Al-Bada’ ini terjadi pada Allah, Bahkan mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (1/111), meriwayatkan dari Abu Abdullah (ia berkata): “Tidak ada pengagungan kepada Allah yang melebihi Al-Bada’.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/252). Suatu keyakinan kafir yang sebelumnya diyakini oleh Yahudi. Maha Suci Allah dari segala yang mereka sifatkan.
Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi’ah Rafidhah, yang darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan penyimpangannya. Namun sayang, tanpa rasa malu Al-Khumaini (Khomeini) berkata: “Sesungguhnya dengan penuh keberanian aku katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di masa sekarang lebih utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah, pen) di masa Rasulullah dan lebih utama dari masyarakat Kufah dan Iraq di masa Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) dan Husein bin ‘Ali.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 16, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hal. 192)
Wallahu Musta’an
Ingin tahu lebih banyak tentang Syi'ah? Download referensinya dalam bentuk E-Book di sini
Diakui dengan kecerdasan berargumentasi dihiasi retorika dan dalil yang tak jarang mereka ambil dari ulama-ulama ahlusunnah mereka bisa mempengaruhi pemikiran seorang muslim, apalagi jika orang tersebut tidak memiliki akidah yang kuat serta pemahaman Islam yang benar.
Jika menelisik dari tulisan-tulisan mereka sekali lagi kita akui mereka memang ‘pintar’ untuk menipu, argumen dalil baik dari alqur’an ataupun dari kitab-kitab hadits ulama ahlusunnah mereka ambil secara parsial saja, hanya yang sesuai dengan kepentingan mereka dan menyembunyikan dalil yang bertentangan, sehingga seolah-olah ulama tersebut mendukung pendapat mereka, padahal sebaliknya. Inilah politik murahan milik yahudi; ‘Adu Domba’.
Misalnya tulisan mereka dalam perkara nikah mut’ah (kawin kontrak) untuk memaksakan penghalalan mereka terhadap ini biasanya hadits yang ditampilkan penulis hanyalah hadits yang mendukung mereka, yang menggiring seseorang pada kesimpulan yang diinginkannya, agar orang tersebut yakin bahwa nikah mut’ah dihalalkan oleh Allah dan RasulNya, sedangkan yang mengharamkan adalah Umar sendiri. Sementara hadits yang tidak sesuai dengan keinginan si penulis sengaja tidak ditampilkan, padahal hanya berjarak beberapa halaman dari hadits yang dimuat oleh penulis.
Biasanya dalil yang dikemukakan adalah riwayat Jabir bin Abdillah: ”Dari Abu Zubair, saya mendengar Jabir bin Abdillah Al Anshari mengatakan, dulu kami melakukan nikah mut’ah dengan bayaran segenggam korma dan tepung, selama beberapa hari semasa hidup Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan pada masa kekhalifahan Abubakar, sampai kemudian Umar melarangnya, berkaitan dengan Amr bin Huraits.” Riwayat Muslim hadits no 3482
Begitu juga riwayat dari Jabir dan Salamah bin Al Akwa’: “Dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin Al Akwa’ mengatakan: datang kepada kami utusan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lalu mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengijinkan kalian untuk nikah mut’ah.” Shahih Muslim hadits no 3479
Ada lagi riwayat dari Jabir: “Atha’ mengatakan: Jabir datang ke kota Makkah untuk melakukan ibadah umrah, lalu kami berkunjung ke rumahnya lalu dia ditanya tentang beberapa hal di antaranya tentang mut’ah lalu dia menjawab: Ya, kami melakukan nikah mut’ah pada jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Abubakar dan Umar”. Shahih Muslim hadits no 3481
Inilah dalil –hadits buatan mereka lebih banyak lagi- yang biasa digunakan oleh para ustadz syi’ah dan ulama syi’ah untuk menggiring opini pembaca agar meyakini bahwa nikah mut’ah adalah halal, serta menunjuk Umar bin Khattab sebagai kambing hitam yang konon mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan RasulNya.
Dampaknya kita lihat di sekitar kita banyak wanita muslimah yang menjual kehormatannya dengan melakukan nikah mut’ah dengan anggapan bahwa mut’ah adalah halal, hanya diharamkan oleh Umar.
Setelah merujuk pada kitab shahih Muslim, kita menemukan riwayat dari sahabat yang mereka anggap sebagai salah satu imam syi’ah yaitu Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘Anhu, hanya selang beberapa halaman saja dari riwayat yang sering dinukil oleh ustadz syi’ah: “Dari Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari ayahnya (Muhammad) dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak saat perang Khaibar”. Shahih Muslim, riwayat no 3497
“Dari Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari ayahnya (Muhammad) dari Ali bin Abi Thalib, dia mendengar kabar bahwa Ibnu Abbas memperbolehkan nikah mut’ah, lalu Ali mengatakan: tunggu dulu wahai Ibnu Abbas, sungguh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengharamkan nikah mut’ah dan mengharamkan daging keledai jinak saat perang Khaibar.” Shahih Muslim hadits no 3500
“Dari Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib dan Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dari ayahnya (Muhammad) , dia mendengar Ali bin Abi Thalib mengatakan pada Ibnu Abbas terkait nikah mut’ah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengharamkan nikah mut’ah dan daging keledai jinak saat perang Khaibar.” Shahih Muslim hadits no 3501
Kita perhatikan, hadits yang membolehkan mut’ah adalah nomor 3479, 3481 dan 3482, sementara riwayat terbebas dari salah dan lupa – sengaja mereka sembunyikan- adalah nomor 3497, 3500 dan 3501. Begitupun kesimpulan ulama pensyarah hadits tidak mereka tampilkan melainkan mereka membuat kesimpulan menurut hawa nafsu mereka sendiri.
Dan masih banyak contoh dalam kasus lain. Baik mari kita mengenal lebih jauh tentang mereka. Berikut ini akan dipaparkan prinsip (aqidah) mereka dari kitab-kitab mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca bisa menilai sejauh mana kesesatan mereka.
Tentang Al Qur’an
Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata: “Sesungguhnya Al Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad (ada) 17.000 ayat.”
Di dalam Juz 1, hal 239-240, dari Abu Abdillah ia berkata: “…Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: ‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata: ‘Mushaf 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al Qur’an kalian…’.” (Dinukil dari kitab Asy-Syi’ah Wal Qur’an, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi Dzahir). Hmm kira-kira pakai bahasa apa ya?
Bahkan salah seorang “ahli hadits” mereka yang bernama Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al Qur’an yang ada ini telah mengalami perubahan dan penyimpangan. Secara langsung ini adalah tuduhan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingkari janjinya untuk menjaga Al-Qur’an
Tentang sahabat Rasulullah
Diriwayatkan oleh Imam Al-Jarh Wat Ta’dil mereka (Al-Kisysyi) di dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hal. 12-13) dari Abu Ja’far (Muhammad Al-Baqir) bahwa ia berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi, dalam keadaan murtad kecuali tiga orang,” maka aku (rawi) berkata: “Siapa tiga orang itu?” Ia (Abu Ja’far) berkata: “Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi…” kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari Asy-Syi’ah Al-Imamiyyah Al-Itsna ‘Asyariyyah Fi Mizanil Islam, hal. 89)
Ahli hadits mereka, Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga orang: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi.” (Al-Kafi, 8/248, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 45, karya Ihsan Ilahi Dzahir)
Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir Al-Husaini Al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 46)
Adapun shahabat Abu Bakr dan ‘Umar, dua manusia terbaik setelah Rasulullah, mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari keduanya merupakan bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu, didapati dalam kitab bimbingan do’a mereka (Miftahul Jinan, hal. 114), wirid laknat untuk keduanya: Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakar dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka…(yang dimaksud dengan kedua putri mereka adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah). (Dinukil dari kitab Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18, karya As-Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib)
Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu’lu’ Al-Majusi, si pembunuh Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab, adalah seorang pahlawan yang bergelar “Baba Syuja’uddin” (seorang pemberani dalam membela agama). Dan hari kematian ‘Umar dijadikan sebagai hari “Iedul Akbar”, hari kebanggaan, hari kemuliaan dan kesucian, hari barakah, serta hari suka ria. (Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18).
Mereka juga meyakini bahwa ‘Aisyah dan para istri Rasulullah sebagai pelacur -na’udzu billah min dzalik-. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal (hal. 57-60) karya Ath-Thusi, dengan menukilkan (secara dusta) perkataan shahabat Abdullah bin ‘Abbas terhadap ‘Aisyah: “Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah…” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin Al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin, hal. 11, karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha)
Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh karena itu, Al-Imam Malik bin Anas berkata: “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menghabisi Nabi namun tidak mampu. Maka akhirnya mereka cela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi Muhammad) adalah seorang yang jahat, karena kalau memang ia orang shalih, niscaya para sahabatnya adalah orang-orang shalih.” (Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul, hal. 580)
Tentang Al-Bada’
Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Mereka berkeyakinan bahwa Al-Bada’ ini terjadi pada Allah, Bahkan mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (1/111), meriwayatkan dari Abu Abdullah (ia berkata): “Tidak ada pengagungan kepada Allah yang melebihi Al-Bada’.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/252). Suatu keyakinan kafir yang sebelumnya diyakini oleh Yahudi. Maha Suci Allah dari segala yang mereka sifatkan.
Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi’ah Rafidhah, yang darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan penyimpangannya. Namun sayang, tanpa rasa malu Al-Khumaini (Khomeini) berkata: “Sesungguhnya dengan penuh keberanian aku katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di masa sekarang lebih utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah, pen) di masa Rasulullah dan lebih utama dari masyarakat Kufah dan Iraq di masa Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) dan Husein bin ‘Ali.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 16, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hal. 192)
Wallahu Musta’an
Ingin tahu lebih banyak tentang Syi'ah? Download referensinya dalam bentuk E-Book di sini
tolong jangan cela dulu kalo anda belum pernah mepelajari syiah secara menyeluruh.
BalasHapusHe...hee saya sudah banyak membaca buku tentang syi'ah dan yang saya temukan hanyalah kesesatan demi kesesatan
BalasHapus